Kamis, 19 November 2009

Sambungan dari bagian 01

Karena kelelahanku yang sangat menguasai seluruh jaringan tubuhku, aku
benar-benar mampu tertidur dengan pulas dan tenang. Entah sudah berapa
lama aku tertidur pulas, yang jelas saat kubangun udara dingin segera
menyergapku. Sial. Aku sadar, ini di desa dekat Merapi, tentu saja
dingin. Tidak berapa lama jam dinding berdentang lima sampai enam kali.
Jam enam pagi..! Dengan agak malas aku beranjak berdiri, tetapi tidak
kulihat Tante Yus ada di kamar ini. Sepi dan kosong. Dimana dia..? Aku
terus mencoba ingin tahu. Dalam keadaan bugil ini, aku melangkah
mendekati meja lampu. Secarik kertas kutemukan dengan tulisan dari
tangan Tante Yustina.



Andrew sayang, Tante kudu buru-buru ke Jakarta pagi ini. Udah
dijemput. Ada pameran di sana. Tolong jaga rumah dan Vivi. Ttd, Yustina.




Aku menghela nafas dalam-dalam. Gila, setelah menikmati diriku, dia
minggat. Tetapi tidak apa-apa, aku dapat beristirahat total di sini,
ditemani Vivi. Eh, tapi dimana dia..? Aku segera mengambil selembar
handuk putih kecil yang segera kulilitkan pada tubuh bawahku. Tanpa
membuang waktu lagi aku segera menyusuri rumah, dari ruang ke ruang
dari kamar ke kamar. Tetapi sosok bocah SD itu tidak kelihatan sama
sekali. Aku hampir putus asa, tetapi mendadak aku mendengar suara
gemericik air pancuran dari kamar mandi ruang tamu di depan sana. Vivi.
Ya itu pasti dia. Aku segera memburu.


Kubuka pintu kamar tamu yang luas dan asri ini. Benar. Kulihat
pintu kamar mandinya tidak ditutup, ada bayangan orang di situ yang
sedang mandi sambil bernyanyi melagukan Westlife. Edan, anak SD
nyanyinya begitu. Aku hanya tersenyum saja. Perlahan aku mendekati
gawang pintu. Aku seketika hanya menelan ludahku sendiri. Vivi berdiri
membelakangiku masih asyik bergoyang-goyang sambil menggosok seluruh
tubuhnya yang telanjang bulat itu dengan sabun. Rambut panjangnya
tumbuh lurus dan hitam sebatas pinggang. Berkulit kuning langsat dan
nampaknya halus sekali. Kusadari dia telah tumbuh lebih dewasa.


Air shower masih menyiraminya dengan hangat. Pantatnya sungguh
indah bergerak-gerak penuh gairah. Hanya aku belum lihat buah dadanya.
Tanpa kuduga, Vivi membalikkan badannya. Aku yang melamun, seketika
terkejut bukan main, takut dan khawatir membuatnya kaget lalu marah
besar. Ternyata tidak.

"Mas..? Mas Andrew..?" bertanya Vivi tidak percaya dengan wajah senang bercampur kaget.
Aku hanya menghela nafas lega. Dapat kuperhatikan kini, buah
dadanya Vivi telah tumbuh cukup besar. Puting-putingnya hitam memerah
kelam dan tampak menonjol indah. Kira-kira buah dadanya ya, sekitar
seperti tutup gelas itu. Seperti belum tumbuh, tetapi kok terlihat
sudah memiliki daging menonjolnya. Sedangkan rambut kemaluannya sama
sekali belum tumbuh. Masih bersih licin.



"Hai vivi, apa kabarnya..?" tanyaku mendekat.
Vivi hanya tersenyum, "Masih ingat ketika kita renang bersama di
rumahku dulu..? Kita berdua kan..? Hmm..?" sambungku meraih bahunya.

Air terus menyirami tubuhnya, dan kini juga tubuhku. Vivi mengangguk ingat.

"Ya. Ngg.., bagaimana kalau kita mandi bareng lagi Mas. Vivi kangen.. Mas andrew.. ouh..!" ujarnya memeluk pinggangku.

Aku mengangkut tubuhnya yang setinggi dadaku ini dengan erat.

"Tentu saja, yuk..!"



Aku menurunkan Vivi.

"Kapan Mas datangnya..?"

"Tadi malam. Vivi lagi tidur ya..?"

"Hm.. Mh..!"
Aku melepas handukku yang kini basah. Saat kulepas handukku, Vivi
tampak kaget melihat rambut kemaluanku yang tumbuh rapih. Segera saja
tangannya menjamah buah kemaluan dan bantang kejantananku.

"Ouh.., Mas sudah punya rambut lebat ya. Vivi belum Mas..," ujarnya sambil memperhatikan vaginanya yang kecil.

Tentu saja aku jadi geli, batang kemaluanku diraba-raba dan ditimang-timang jemari tangan mungil Vivi yang nakal ini.


"Itu karena Vivi masih kecil. Nanti pasti juga memiliki rambut
kemaluan. Hmm..?" ucapku sambil membelai wajahnya yang manis sekali.

Vivi hanya tersipu. Sialnya, aku kini jadi kian geli saat Vivi menarik-narik batang kejantananku dengan candanya.

"Ihh.., kenyal sekali.. ouh.., seperti belalai ya Mas..!"

Aku jadi terangsang. Gila.

"Belalai ini bisa akan jadi tumbuh besar dan panjang lho. Vivi mau lihat..?"

"Iya Mas.., gimana tuh..?"
"Vivi mesti mengulum, menghisap-hisap dan menyedotnya dengan kuat
sekali batang zakar ini. Gimana..? Enak kok..!" kataku merayu dengan
hati yang berdebar-debar kencang.
Vivi sejenak berpikir, lalu tanpa menoleh ke arahku lagi, dia
memasukkan ujung batang kejantananku ke dalam mulutnya. Wow..! Gadis
kecil ini langsung melakukan perintahku, lebih-lebih aku mengarahkan
juga untuk mengocok-ngocok batang kemaluanku ini, Vivi menurut saja,
dia malah kegirangan senang sekali. Dianggapnya batang ku adalah barang
mainan baginya.



"Iya Mas. Tambah besar sekali dan panjang..!" serunya kembali melumat-lumatkan batang kejantananku dan mengocok keras batangnya.
Sekarang Vivi kuajari lagi untuk meremas buah kemaluanku. Aku
membayangkan semua itu bahwa Tante Yus yang melakukan. Indah sekali
sensasinya. Tetapi nyatanya aku tengah dipompa nafsu seksku dari bocah
cilik ini. Edan, sepupuku lagi. Tetapi apa boleh buat. Aku lagi kebelet
sekali kini. Yang ada hanyalah Vivi yang lugu dan bodoh tetapi
mengasyikan sekali. Batang kejantananku kini benar-benar telah tumbuh
sempurna keras dan panjangnya. Vivi kian senang. Aku kian tidak tahan.



"Teruskan Vi, teruskan.. ya.., ya.. lebih keras dan kenceng.. lakukanlah Sayang..!" perintahku sambil mengerang-erang.

Setelah hampir lima belas menit kemudian, air maniku muncrat tepat di dalam mulut Vivi yang tengah menghisap batang kemaluanku.

"Creet.. croot.. creet.. cret..!"

"Hup.. mhHP..!" teriak kaget Vivi mau melepaskan batang kemaluanku.

Tetapi secepat itu pula dia kutahan untuk tetap memasukkan batang kemaluanku di dalam mulutnya.
"Telan semua spermanya Vi. Itu namanya sperma. Enak sekali kok,
bergizi tinggi. Telan semuanya, ya.. yaa.. begitu.. terus bersihkan
sisa-sisanya dari batangnya Mas..!" perintahku yang dituruti dengan
sedikit enggan.

Tetapi lama kelamaan Vivi tampak keasyikan mencari-cari sisa air maniku.
"Enak sekali Mas. Tapi kental dan baunya, hmm.., seperti air tajin
saat Mama nanak nasi..! Enak pokoknya..! Lagi dong Mas, keluarkan
spermanya..!"

Gila. Gila betul. Aku masih mencoba mengatur jalannya nafasku, Vivi minta spermaku lagi..? Edan anak ini.



"Baik, tapi kini Vivi ikuti perintahku ya..! Nanti tambah asyik, tapi sakit. Gimana..?"

"Kalau enak dan asyik, mauh. Nggak papa sakit dikit. Tapi spermanya ada lagi khan..?"
Aku mengangguk. Vivi mulai kubaringkan sambil kubuka kedua belahan
pahanya yang mulus itu untuk melingkari di pinggangku. Vivi
memperhatikan saja. Air dari shower masih mengucuri kami dengan dingin
setelah tadi sempat kuganti ke arah cool.
"Auuh, aduh.. Mas..!" teriak vivi kaget saat aku memasukkan batang
kejantananku ke dalam liang vaginanya yang jelas-jelas sangat sempit
itu.
Tetapi aku tidak perduli lagi. Kukocok vagina Vivi dengan deras
dan kencang sambil kuremas-remas buah dadanya yang kecil, serta
menarik-narik puting-puting buah dadanya dengan gemas sekali. Vivi
semakin menjerit-jerit kesakitan dan tubuhnya semakin
menggerinjal-gerinjal hebat.
"Sakiit.. auuh Mas.., Mas hentikan saja.. sakiit, perih sekali
Mas, periihh.. ouuh akkh.. aouuhkk..!" menjerit-jerit mulut manisnya
itu yang segera saja kuredam dengan melumat-lumat mulutnya.



"Blesep.. blesep.. slebb..!" suara persetubuhkan kami kian indah dengan siraman shower di atas kami.
Aku semakin edan dan garang. Gerakan tubuhku semakin kencang dan
cepat. Dapat kurasakan gesekan batang kemaluanku yang berukuran raksasa
ini mengocok liang vaginan Vivi yang super rapat sempitnya. Dari posisi
ini, aku ganti dengan posisi Vivi yang menungging, aku menyodok
vaginanya dari belakang. Lalu ke posisi dia kupangku, sedangkan aku
yang bergerak mengguncangkan tubuhnya naik, lalu kuterima dengan
menikam ke atas menyambut vaginanya yang melelehkan darah.



"Tidak Mass.. ouh sakit.. uhhk.. huuk.. ouhh.. sakiit..!" tangisnya sejadi-jadinya.
Tetapi aku tidak perduli, sepuluh posisi kucobakan pada tubuh bugil
mungil Vivi. Bahkan Vivi nyaris pingsan. Tetapi disaat gadis itu hendak
pingsan, puncak ejakulasiku datang.

"Creet.. croot.. sreet.. crreet..!" muncratnya air mani yang memenuhi liang vaginanya Vivi bercampur dengan darahnya.
Vivi jatuh pingsan. Aku hanya mengatur nafasku saja yang tidak
karuan. Lemas. Vivi pingsan saat aku memasangkan kembali batang
kemaluanku ke posisi dia, kugendong di depan dengan dadanya merapat
pada dadaku. Pelan-pelan kujatuh menggelosor ke bawah dengan batang
kemaluanku yang masih menancap erat di vaginanya.



Itulah pengalamanku dengan Tante Yus dan putrinya Vivi yang keduanya memang binal itu. Teriring salam untuk Vivi.



TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar