Kamis, 19 November 2009

Kenangan Pemilu 1999

Pemilu
7 Juni 1999, yang baru saja lewat bagi sebagian orang kesannya penuh
nuansa politis. Tetapi bagi saya, kesan sangat jauh berbeda, bahkan
tidak akan pernah terbayangkan akan bermakna demikian dalam bagi saya
pribadi. Kesan yang penuh sensualitas dan menggairahkan.


Saat itu, 7 Juni, rumah saya sedang sepi. Maklum pemilu, padahal
biasanya ramai sekali. Satu rumah dihuni tujuh orang, ayah, ibu, kakak
laki-laki saya yang masih kuliah, saya sendiri SMA kelas tiga, baru
saja selesai Ebtanas dan lulus. Kemudian adik perempuan saya kelas lima
SD, lalu sepupu laki-laki saya kelas dua SMP dan pembantu satu orang.
Oh iya, panggil saja saya Yuli, asli Tolaki.


Jadi pada saat pemilu rumah yang berada di kawasan Perumahan Pemda
Kampung Kemah Raya, Kendari jadi sepi sekali. Ayah ke Kolaka, mengurus
pemilu di sana, kebetulan juga beliau caleg Golkar untuk daerah
tersebut. Kakak saya jadi pengawas pemilu untuk UNFREL Kendari, ibu
saya jadi panitia pemilu lokal kawasan Kemah Raya. Pembantu dan adik,
disuruh bantuin ibu mengurus konsumsi. Praktis yang jaga rumah, saya
dengan sepupu saya yang bernama, Ical. Saya belum ikut memilih, belum
cukup umur, baru 16 tahun lebih dua bulan. Saya dengan Ical sangat
akrab, habisnya dia ikut dengan keluarga saya sejak masih kelas satu
SD, dan selalu menjadi teman main saya.


Senin itu, 7 Juni 1999, badan saya pegal sekali, selesai ngepel dan
membersihkan rumah. Dan seperti biasa saya kepingin dipijitin. Biasanya
sih oleh ibu, dan Ical juga, habis dari kecil saya sudah biasa menyuruh
dia. Karena agak pegal, saya panggil saja Ical untuk mijitin, Ical
nurut saja. Saya langsung berbaring telungkup di karpet depan TV, dan
Ical mulai memijit tubuhku. Asyik juga dipijit oleh Ical, tangannya
keras sekali, punggungku jadi fresh lagi.

"Duh, Cal.., mijitnya yang lurus dong, jangan miring kiri miring kanan..", kataku.

"Abis, posisinya nggak bagus kak", jawabnya.

"Kamu dudukin aja paha Kak Yuli, seperti biasa..".

"Tapi.., kak..".
"Alah.., nggak usah tapi.., biasanya kan juga begitu.., ayo..",
Saya tarik tangan Ical memaksanya untuk duduk di pahaku, seperti kalau
dia memijit saya pada waktu-waktu kemarin.


Ical akhirnya mau, duduk dan menjadikan kedua pahaku dekat pantat
sebagai bangkunya, dan mulai lagi ia memijit sekujur punggungku. Tapi,
pijitan agak lain, makin lama makin saya rasakan tangannya agak
gemetaran dan nafasnya agak ngos-ngosan.

"Kamu kenapa Cal, capek atau sakit..?", tanyaku.
"Tidak, tidak apa-apa kak", jawabnya. Akan tetapi duduknya mulai
tidak karuan, geser kiri dan kanan, sementara pantatnya seperti tidak
mau dirapatkan di pahaku, agak terangkat.



Akhirnya, saya menyuruhnya pindah, dan saya bangun, lalu duduk mendekati, biasa bermaksud menggoda.

"Ayo.., kamu kenapa, ini pantatmu, selalu diangkat.., tidak biasanya", sambil tanganku bermaksud mencubit pantatnya.
"Tidak, tidak apa-apa kak..", jawabnya sambil menghindari
cubitanku, malah tanganku tersenggol celana bagian selangkangannya yang
seperti agak tertarik kain celananya dan agak menonjol, melihat itu
timbul rasa isengku, karena memang saya dan Ical kalau main seperti
anak-anak yang masih TK, asal ngawur saja.


"Loh.., itu apa di celanamu Cal, kok nonjol begitu.." Mendengar itu
Ical merah padam mukanya, lalu ia berdiri ingin lari menghindar dari
saya, tapi segera kutarik tangannya untuk duduk, dan tanganku yang satu
menggerayangi celananya memegangi dan meraba benjolan tersebut.
"Jangan Kak Yuli, Ical malu..", katanya. Dasar saya yang nakal,
saya pelototin matanya, Ical langsung diam, dan tanganku leluasa
memegang barang tersebut.


Penasaran, saya buka resliting celananya dan menarik keluar
barangnya yang mengeras tersebut, dan astaga, ternyata penis Ical sudah
menegang. Baru kali ini saya melihat penis milik orang yang bukan
anak-anak dan sudah disunat yang tegang dan keras serta panjang seprti
itu. Sementara Ical diam saja, kepalanya hanya menunduk, mungkin malu
atau bagaimana saya tidak tahu.


Saya acuh saja, perlahan-lahan, kuelus-elus penis Ical, semakin
mengeras penisnya hingga urat-uratnya seperti mau keluar. Kudengar Ical
mendesah tertahan. Lalu kuurut-urut sambil kupijit kepala penisnya yang
merah itu, Ical makin mendesah, "Ah.., ah.."


Kugenggam erat penis Ical dan kukocok-kocok dengan perlahan,
semakin lama semakin kencang. Badan Ical ikut menegang, sambil
kepalanya terangkat ke atas menatap langit, mulutnya terbuka, dia mulai
agak mengerang, "Achh..".


Semakin kencang penis Ical kukocok, semakin menggeliat badan Ical
membuat saya tersenyum geli melihatnya. Sampai erangan Ical makin
mengeras, "Ach.., achh..". Dan badannya makin menggeliat, hingga
mungkin tidak tahan.., ia lalu memelukku erat. Mulanya saya kaget akan
reaksinya, tapi saya biarkan saja, karena keasyikan mengocok penis
Ical. Rupanya Ical sudah semakin menggeliat, hingga tangannya entah
sadar atau tidak ikut menggeliat juga, meraba badanku dan payudaraku.


"He Ical.., kenapa.." tegurku, sambil tetap mengocok penis Ical,
"Achh.., achh.." Hanya itu yang Ical bilang, sementara tangannya
meremas-remas payudaraku, dan remasannya yang kuat membuatku merasakan
sesuatu yang lain, hingga saya biarkan saja Ical meremas payudaraku,
dan Ical lalu menyingkap baju kaos yang kupakai, hingga kelihatan BH-ku
dan meremas payudaraku lagi hingga keluar dari BH-ku.


"Acchh.., acchh" erang Ical, saya mulai merasakan kenikmatan
tersendiri pada saat payudaraku tidak terbungkus BH diremas oleh tangan
Ical dengan kuat, sedangkan penisnya tetap saja kukocok-kocok. Dan
entah naluri apa yang ada pada Ical, hingga dia nekat menyosor
payudaraku dan mengisap putingnya seperti anak bayi yang sedang
menyusu.

"Aduh.., Ical.., aduhh" Hanya itu yang mampu kuucapkan, payudaraku mulai mengeras, keduanya diisap secara bergantian oleh Ical.


Saya juga mulai menggeliat, kutarik kepala Ical dari payudaraku,
lalu kudekatkan ke wajahku, kucium bibirnya dengan nafsu yang muncul
secara tiba-tiba, Ical balas mencium, bibir kami berdua saling memagut,
lidah bertemu lidah saling mengadu dan menjilati satu sama lain.


Tangan Ical menggerayangi badanku, melepaskan baju dan BH-ku,
hingga aku bugil sebatas dada. Kulepaskan juga baju yang dipakai Ical,
dan kupelorotkan celananya, hingga Ical bugil tanpa sehelai benangpun,
dan kembali kukocok penisnya, sedangkan Ical kembali menyosor
payudaraku yang sudah keras membukit.


Perlahan tangan Ical menelusuri rokku lalu menyelusup masuk ke
dalam rokku, "Acchh.., Acchh", Saya dan Ical terus mengerang dan
menggelinjang. Tangan Ical menyelusup ke dalam CD-ku, lalu
mengusap-ngusap vaginaku.
"Aduuhh.., Ical.." erangku, sementara jarinya mulai ia masukkan ke
dalam vaginaku yang mulai kurasakan basah, dan Ical mempermainkan
jarinya di dalam vaginaku.
"Acchh.., aduuhh.., acchh..". Tak tahan lagi, Ical menarik lepas
rok dan celana dalamku, hingga akhirnya saya kini telanjang bulat.
Kemudian Ical mencium bibirku dan saya tetap mengocok penisnya,
sedangkan jarinya bermain dalam vaginaku.


"Acchh.." Hanya erangan tertahan karena tersumbat bibir Ical yang
keluar dari mulutku. Kemudian Ical berhenti menciumku, lalu ia
mengambil posisi menindih badanku, saya membiarkan saja apa yang akan
Ical lakukan, karena kenikmatan itu sudah mulai terasa mengaliri
pembuluh darahku. Dan, tiba-tiba saya rasakan sakit yang teramat sangat
di selangkanganku.


"aacchh, Ical.., apa yang kau lakukan..", tanyaku. Tapi terlambat,
rupanya Ical sudah memasukkan batang penisnya ke dalam vaginaku, dan
seperti tidak mendengarkan pertanyaanku, Ical mulai mengoyang batang
penisnya naik turun dalam vaginaku yang semakin berlendir dan mulai
terasa basah oleh aliran darah perawanku yang mengalir membasahi
vaginaku.

"Acchh.., Ical.., aduuhh Ical..", erangku.
Badanku semakin menggelinjang, kujepit badan Ical dengan kedua
kakiku sementara tanganku memeluk erat dan menggoreskan kukuku di
punggung Ical. Semakin kencang goyangan penis Ical dan semakin keras
pula erangan kami berdua.
"Acch.., aduhh.." Hingga akhirnya kurasakan sesuatu yang sangat
nikmat yang terdorong dari dalam.., dan erangan panjang saya dan Ical,
"aahh". Bersamaan semprotan mani Ical dalam vaginaku dan semburan
maniku yang menciptakan kenikmatan yang tak pernah kurasakan dan
kubayangkan sebelumnya.


Ical menarik keluar penisnya, lalu berbaring di sampingku. Kami
berdua saling bertatapan, seperti ada penyesalan tentang apa yang telah
terjadi, akan tetapi rupanya nafsu kami berdua lebih kuat lagi. Kuraih
kembali dan kudekatkan wajahku ke wajah Ical, kami lalu berciuman lagi
dan saling melumat, kemudian kupegang erat penis Ical, sehingga kembali
menegang dan kembali lagi kami melakukan hubungan badan tersebut hingga
beberapa kali.


Hingga hari ini saya dan Ical, bila ada kesempatan masih mencuri
waktu dan tempat untuk melakukan hubungan badan, karena mengejar
kenikmatan yang tiada taranya, kadang di kamarku, di kamar Ical,
ataupun di dalam kamar mandi.



TAMAT

Kak Linda Tentanggaku yang baik

Perkenalkan
namaku Rendi, umurku saat ini 19 tahun. Kuliah dikota S yang terkenal
dengan sopan santunnya. Aku anak kedua setelah kakakku Ana. Ibuku
bekerja sebagai pegawai negeri sipil dan ayahku juga bekerja di kantor.
Tinggi badanku biasa saja layaknya anak seusiaku yakni 169 kg. Di situs
ini aku akan menceritakan kisah unikku. Pengalaman pertama dengan apa
yang namanya sex. Kisah ini masih aku ingat selamanya karena pengalaman
pertama memang tak terlupakan. Saat itu usiaku masih 10 tahun pada
waktu itu aku masih kelas 4 SD. Kisah ini benar benar aku alami tanpa
aku rubah sedikit pun.


Aku punya teman sebayaku namanya Putri, dia juga duduk di bangku
SD. Aku dan dia sering main bersama. Dia anak yang sangat manis dan
manja. Dia mempunyai dua kakak. Kakak pertama namanya Rio di sudah
bekerja di Jakarta. Dan kakaknya yang satu lagi namanya Linda. Saat itu
dia kuliah semester 4 jurusan akuntansi salah satu perguruan tinggi di
kota kelahiranku. Dia lebih cantik dari pada adiknya Putri. Tingginya
kira kira 160 cm dan ukuran payudaranya cukup seusianya tidak besar
banget tapi kenceng.


Waktu itu hari sangat panas, aku dan Putri sedang main dirumahnya.
Maklum rumahku dan rumahnya bersebelahan. Saat itu ortu dari Putri
sedang pergi ke Bandung untuk beli kain. Putri ditinggal bersama
kakaknya Linda.



"Main dokter dokter yuk, aku bosen nich mainan ini terus"ajak Putri


Segera aku siapkan mainannya. Aku jadi dokter dan dia jadi
pasiennya. Waktu aku periksa dia buka baju. Kami pun melakukan seperti
itu biasa karena belum ada naluri seperti orang dewasa, kami menganggap
itu mainan dan hal itu biasa karena masih kecil. Waktu aku pegang
stetoskop dan menyentuhkannya didadanya. Aku tidak tahu perasaanya.
Tapi aku menganggapnya mainan. Waktu itu pintu tiba tiba terbuka. Linda
pulang dari kampusnya. Dengan masih telanjang dada Putri menghampiri
kakaknya di depan pintu masuk.



"Hai Kak baru pulang dari kampus"

"Ngapain kamu buka baju segala" Kak Linda memandangi adiknya.
"Kita lagi main dokter dokteran, aku pasiennya sedangkan Rendi jadi
dokternya, tapi sepi Kak masa pasiennya cuma satu. Kakak lelah nggak.
Ikutan main ya kak?"

"Oh mainan toh.. Ya sudah aku nyusul, aku mau ganti pakaian dulu gerah banget nih"


Kami bertiga pun segera masuk ke kamar lagi, aku dan Putri asyik
main dan Kak Linda merebahkan tubuhnya ditempat tidur disamping kami.
Aku melihat Kak Linda sangat cantik ketika berbaring. Setelah beberapa
menit kemudian dia memperhatikan kami bermain dan dia terbengong
memikirkan sesuatu.



"Ayo Kak cepetan, malah bengong" ajak Putri pada kakaknya.



Lalu dia berdiri membuka lemari. Dia kepanasan karena udaranya. Biasanya dia menyuruh kami tunggu di luar ketika dia ganti baju



"Ayo tutup mata kalian, aku mau ganti nih soalnya panas banget" Kak Linda menyuruh kami.


Dia melepaskan pakaian satu persatu dari mulai celana panjangnya,
dia memakai CD warna putih berenda dengan model g-string. Saat itu dia
masih dihadapan kami. Tertampang paha putih bersih tanpa cacat. Setelah
itu dia melepas kemejanya dicopotnya kancing stu perstu. Setelah
terbuka seluruh kancingnya, aku dapat melihat bra yang dipakainya. Lalu
dia membelakangi kami, dia juga melepas branya setelah kemejanya
ditanggalkan. Aku pun terbengong melihatnya karena belum pernah aku
melihat wanita dewasa telanjang apa lagi ketika aku melihat pantatnya
yang uuhh. Dia memilih baju agak lama, otomatis aku melihat punggungnya
yang mulus dan akhirnya dia memakai baby doll dengan potongan leher
rendah sekali tanpa bra dan bahannya super tipis kelihatan putingnya
yang berwarna coklat muda. Kulitnya sangat putih dan mulus lebih putih
dari Putri. Putri melihatku.



"Rendi koq bengong belum lihat kakakku buka baju ya? Lagian kakak buka baju nggak nyuruh kita pergi."
Kak Linda ngomel,"Idih kalian masih kecil belum tahu apa apa lagian
juga aku nggak ngelihatin kalian langsung. Mau lihat ya Ren?"dia
bercanda.

Akupun menundukan mukaku karena malu."Tapikan kak, susunya kakak sudah gede segitu apa nggak malu ama Rendi."
Putri menjawab ketus."Kamu aja telanjang kayak itu apa kamu juga
nggak malu sudah ayo main lagi." Linda menjawab adiknya. Kami pun
bermain kembali.


Giliran Kak Linda aku periksa. Dia menyuruh aku memeriksanya, dia
agak melongarkan bajunya. Ketika stetoskop aku masukkan di dalam
bajunya lewat lubang lehernya, tepat kena putingnya. Dia memekik. Aku
pun kaget tapi aku pun tidak melihatnya karena malu. Dia menyuruhku
untuk untuk lama lama didaerah itu. Dia merem melek kayak nahan
sesuatu, dipegangnya tanganku lalu ditekan tekan daerah putingnya. Aku
merasa sesuatu mengeras.



"Kak ngapain.. Emang enak banget diperiksa.. Kayak orang sakit beneran banget." Putri Tanya ama kakaknya.
Kak Linda pun berhenti."Yuk kita mandi soalnya sudah sore lagikan
kamu Putri ada les lho nanti kamu ketinggalan." Ajak Kak Linda pada
kami berdua. Dia menyuruh bawa handuk ama baju ganti.


Setelah mengisi air, aku pun membuka bajuku tanpa ada beban yang
ada dan telanjang bulat begitu juga ama Putri. Kamipun bermain air di
bathup. Kamar mandi disini amat mewah ada shower bathup dan lain lain
lah, maklum dia anak terkaya dikampungku. Setelah itu pintu digedor ama
kakaknya dia suruh buka pintu kamar mandinya. Aku pun membukanya. Kak
Linda melihatku penuh kagum sambil menatap bagian bawahku yang sudah
tanpa pelindung sedikitpun, aku baru tahu itu namanya lagi horny. Lalu
dia masuk segera di membuka piyama mandinya. Jreng.. Hatiku langsung
berdetak kencang, dia menggunakan bra tranparan ama CD yang tadi dia
pake dihadapan kami.



"Bolehkan mandi bersama kalian lagian kalian kan masih anak kecil."

"Ihh.. Kakak.. Punya kakak itu menonjol" ledek adiknya.


Dia hanya tersenyum menggoda kami terutama aku."biarin"sambil dia
pegang sendiri puting dia menjawab lalu dia membasahi badannya ama air
di shower. Makin jelas apa yang nama payudara cewek lagi berkembang.
Beitu kena air dari shower bra Kak Linda agak merosot kebawah. Lucu
banget bentuknya pikirku. Payudaranya hendak seakan melompat keluar.



"Ayo cepat turun dulu, aku kasih busa di bathupnya..".


Putri bergegas keluar tapi aku tidak, aku takut kalau ketahuan
anuku mengeras, aku malu banget. Baru kali ini aku mengeras gede
banget. Lalu Kak Linda mendekat dan melihatku serta menyuruhku untuk
turun. Aku turun dengan tertunduk muka Kak Linda melihat bagian bawahku
yang sudah mengeras sama pada waktu aku bermain tapi bedanya sekarang
langsung dihadapan mata. Dia hanya tersenyum padaku. Aku kira dia
marah. Dia kayak sengaja menyenggol senjataku dengan paha mulusnya.



"Ooohh.. Apa itu.." (pura pura dia tidak tahu) Putripun tertawa melihatnya.
"Itu yang dinamakan senjatanya laki laki yang lagi mengeras tapi
culun ya kalau belum disunat" Kak Linda memberitahukan pada adiknya.



Setelah busanya melimpah di air kami pun nyebur bareng.



"Adik adik, Kakak boleh nggak membuka bra kakak" pinta Kak Linda pada kami.

"Buka aja to Kak lagian kalau mandi pakai pakaian kayak orang desa." adiknya menjawab.


Tapi aku nggak bisa jawab. Dengan pelan pelan kancing dibelakang
punggung dibukanya lalu lepas sudah pengaman dan pelindung susunya.
Dengan telapak tangannya dia menutupi payudaranya.



"Sudah buka aja sekalian CD nya nanti kotor kena bau CD kakak," ujar Putri kepada kakaknya.


Segera dia berdiri diatas bathup melorotkan CDnya dengan hati
hati(kayaknya dia sangat menunggu ekspresiku ketika melihat wanita
telanjang bulat dihadapannya). Ketika dia berdiri membetulkan shower
diatas kami, aku melihat seluruh tubuhnya yang sudah telanjang bulat.



"Kak anu.. anu.. Susu kakak besarnya, ama bawahan kakak ada rambutnya dikit," aku memujinya.


dia hanya tersenyum dan memberitahu kalau aslinya bawahan nya lebat
hanya saja rajin dicukur. Dia agak berlama lama berdiri kayaknya makin
deket aja bagian sensitivenya dengan wajahku, ada sesuatu harum yang
berbeda dari daerah sekitar itu. Kak Linda terus berdiri sambil
melirikku.


Sambil membilasi payudaranya dengan air hangat serta digoyang dikit
dikit bokong bahenolnya. Dia menghadap kami sambil mnyiram bagian
sensitifnya. Aku pun tak berani langsung menatapnya. Sambil memainkan
payudaranya sendiri dia punya saran plus ide gila.



"Mainan yuk. Aku jadi ibunya, kamu jadi anaknya."



Lalu Kak Linda menyuruh mainan ibu ibuan, dia menyuruh kami jadi bayi. Lalu dia menyodorkan susunya pada kami.



"Anakku kasihan, sini ibu beri kamu minum" dia berkata pada kami.


Putri pun langsung mengenyot puting susu kakaknya, tapi aku pun tak
bergerak sama sekali, lalu dia langsung menyambar kepalaku ditarik ke
arah payudaranya.



"Ayo sedot yang kuat.. Ahh.. Cepet.. Gigit pelan pelan.. Acchh," kata itu keluar.



Tapi koq nggak keluar airnya. Punya Mama keluar air susunya. Tiba tiba Putri berhenti.


"Uhh.. Ini kan namanya mainan jadi nggak beneran. Kamu udahan aja
sudah jamnya kamu les" Putri pun bergegas turun dan berganti pakaian
sejak saat itu aku tak memdengar langkah dia lagi.


Aku pun masih disuruh mainan dengan putingnya tangan kiriku
dikomando supaya meremas susu kirinya. Tiba tiba ada sesuatu yang bikin
aku bergetar, ada sesuatu yang berambat dan memegangi anuku. Dengan
kanan kanan memegangi tangan kiriku untuk meremas payudaranya ternyata
tangan kanannya memainkan penisku.


Segera dia memerintahkan untuk turun dari situ. Kami pun turun dari
situ. Lalu. Dia duduk di pingiran sambil membuka selakangannya. Aku
baru melihat rahasia cewe.


"Rendi ini yang dinamakan vagina, punya cewek. Tadi waktu kakak
berdiri aku tahu kalau kamu memperhatikan bagian kakak yang ini. Ayo
aku ajarin gimana mainan ama vagina" akupun hanya mengangguk.


Dia menyuruh menjilatinya setelah dia mengeringkannya dengan
handuk. Aku pun menjulurkan lidahku kesana tapi bagian luarnya. Dia
hanya tersenyum melihatku. Dengan jari tangan nya dia membuka bagian
kewanitaan itu. Aku benar benar takjub melihat pemandangan kayak itu.
Warnanya merah muda seperti sebuah bibir mungil. Setelah dia buka
kemaluannya, lalu dia suruh aku supaya menjilatinya. Ada cairan sedikit
yang keluar dari bagian itu rasanya asin tapi enak. Disuruh aku
menyodok dengan kedua jariku, terasa sangat becek. Dia menyuruhku
berhenti sejenak. Ketika dia menggosok gosok sendiri dengan tangannya
dengan cepat lalu dia menyambar kepalaku dengan tangannya ditempelkan
mukaku dihadapannya.


Seerr.. Serr.. bunyi air yang keluar dari vaginanya banyak sekali.
Sambil berteriak plus mendesis lagi merem melek. Setelah itu dia
jongkok, aku kaget ketika dia langsung menjilati kepala penisku. Di
buka bagian kulup hingga kelihatan kepalanya.



"Kakak enggak jijik ya kan buat kencing" aku bertanya pada dia tapi dia terus mengulumnya maju mundur.


Sakit dan geli itu yang kurasakan tapi lama lama enak aku langsung
rasanya seperti kencing tapi tidak jadi. Dia menggunakan sabun cair
katanya biar agak licin jadi nggak sakit. Saking enaknya aku bagai
melayang badanku bergetar semua. Setelah dibilas dia mengkulum penisku,
semua masuk didalam mulutnya.



"Kak aku mau kencing dulu" aku menyela.


Setelah itu dia berbaring dilantai dia menyuruh bermain dengan
kacang didalam vaginanya. Pertama aku tidak tahu, dia memberi tahu
setelah dia sendiri membukanya. Aku sentuh bagian itu dengan kasar dia
langsung menjerit dia mengajari bagaimana seharusnya melakukannya.
Diputar putar jariku disana tiba tiba kacanga itu menjadi sangat keras.


Sekitar 5 menit aku bermain dengan jariku kadang dengan lidahku.
Keluar lagi air dari vaginanya. Aku disuruh terus menyedotnya. Dia
kayaknya sangat lemas lunglai. Setelah beberapa saat dia memegang
penisku dan menuntunnya di vagina.



"Coba masukan anumu ke dalam sana pasti aku jamin enak banget rasanya" dia menyuruhku.


Dengan hati-hati aku masukkan setelah masuk aku diam saja. Dia
menyuruh aku untuk menekan keras. Dan bless masuk semuanya dia memberi
saran kayak orang memompa. Masuk-keluar.



"Acchc terus.. yang cepet.. ah.. ah.. ah.." dia mendesis, dia menggoyangkan pantatnya yang besar kesana kemari.


Tapi sekitar 3 menit rasanya penisku kayak diremas oleh kedua
daging itu lalu aku ingin sekali pipis. Saat itu penisku kayak ada yang
air mengalir. Dan serr.. seerrs air kencingku membanjiri bagian
dalamnya. Setelah kelelahan kami pun keluar dia langsung pergi ke kamar
masih keadaan bugil. Kemudian dia berbaring karena lelah, aku
mendekatinya dan dia memelukku seperti adiknya, payudaranya nempel di
mukaku. Setelah aku melihat wajahnya dia menangis. Lalu dia menyuruh
aku pulang. Aku mengenakan pakaian dan pulang. Dia menyuruh
merahasiakan kalau aku berbicara ama orang lain aku nggak boleh bermain
ama adiknya.


Kami pun terus melakukannya sekitar 1 tahun tanpa ada siapa yang
tahu. Sekitar aku kelas 1 SMP dia kawin ama temannya karena dia hamil.
Ketika 2 minggu lalu (saat ini) aku bertemu dia bertanya masih suka
main seperti dulu. Akupun hanya tertawa ketika aku tahu itu yang
namanya sex dan aku ngucapin terima kasih buat kakak, itu adalah
pengalamanku yang pertama. Buat pembaca aku masih punya cerita nyata
yang tak kalah seru tunggu aja.



E N D

Kenangan Bersama Ayuku

Perkenalkan
dulu namaku Krishna. Aku sekolah di sebuah SMU di kotaku Klaten. Aku
punya cewek yang bernama Ayu dan dia bersekolah di sebuah sekolah dasar
dikotaku juga.

Cerita ini adalah pengalamanku yang nyata dan sangat berkesan dihatiku.



Awal ceritanya begini:
Saat itu aku sudah siap dengan dandanan rapi untuk pergi kerumah
temanku Yusha. Di rumah Yusha aku disambut oleh adik adik Yusha yang
kecil kecil. Saat itu Yusha keluar sehabis ngasih makan ayam
kesayangannya. Aku langsung diperkenalkan dengan seorang adiknya, cewek
imut dan cantik bernama Ayu. Aku, Yusha dan adik Yusha yang lain lalu
bermain di serambi samping rumah Yusha. Saat itu aku memang tidak ada
perasaan apapun terhadap Ayu tapi lama kelamaan..


Besoknya lagi aku tak bosan bosan kerumah Yusha. Aku langsung
nyariin Ayu. Sejak saat itu terbit harapan dihatiku untuk mendapatkan
hati Ayu. Suatu saat aku lagi sakit, badanku lemas, kepala sakit. Semua
itu dikarenakan sehabis Fashion Show di Semarang tapi ini justru
menjadi awal dari segalanya. Kesibukanku sebagai model memang menuntut
tenaga yang lumayan besar. Fashion Show dengan mobil bersama teman
temanku satu agency hingga harus berjongkok ria di dalam mobil sedan
merelakan tempatku dipakai temenku yang cewek. Saat pulang aku banyak
kehilangan tenaga hingga malamnya aku langsung tertidur pulas banget.


Paginya aku menelepon Yusha dan bilang kalau aku nggak masuk
sekolah dan titip izin kepada wali kelasnya tak lupa pula aku kirim
salam kepada Ayu yang membuat hatiku berbunga bunga indah. Saat suatu
senja di malam Minggu dirumah Yusha, Ayu menungguku. Waktu aku menemui
Ayu di serambi samping rumah Yusha, Ayu menangis dan berkata kenapa aku
tak menemuinya dan rindu berat sama aku. Saat aku dan Ayu memasuki
rumah Yusha Kami disambut oleh mama Yusha yang bernama tante Nana yang
super sexy.


Saat itu mama Yusha memakai tanktop terusan rok ketat sebatas paha
atas berwarna pink transparan membuat lekuk lekuk tubuh wanita dewasa
kelihatan jelas walau agak transparan. Dalam posisi duduk yang miring
sambil menyilangkan sepasang pahanya sehingga tak mustahil akan
memperlihatkan pemandangan indah itu dan memaksa mata nakalku singgah
berkali kali di paha mulusnya.


Saat itu posisi duduk tante Nana berubah dari menyilang hingga kini
setengah bersila dengan kaki kiri kebawah terus kaki kanan menyilang
lurus kesamping malah menambah posisi roknya semakin naik sehingga paha
bagian dalam terlihat samar samar. Ternyata tante Nana memakai celana
dalam yang minim banget.Celana dalam model G-string berwarna putih
transparan berukuran kecil dengan tali pengikat di samping pinggangnya
menampakkan kemulusan bagian dalam pangkal paha serta bulu halus hitam
lebat membuat mata nakalku tambah jelalatan. Tante Nana memintaku untuk
membantunya memperbaiki lampu kamarnya yang terputus.


Saat di dalam kamar suasana begitu gelap karena tak ada penerangan.
Tanganku meraba raba mencari kursi untuk memanjat karena letak
bohlamnya diatas. Tak sengaja tanganku menyentuh benda lunak yang
begitu indah. Ternyata yang kuraba tadi gundukan dada tante Nana yang
tak tertutup apapun selain kain tipis tanktop itu. Tante Nana
melarangku untuk beralih malah meletakkan tanganku di payudaranya. Saat
itu tanganku tak beralih malah tambah berani dengan meremas-remas
lembut bukit itu. Remasanku bertambah berani saat aku mendengar desahan
desahan halus tante Nana.


"Ahh..Kriishh terruss.. enaak sekalii.."desahnya mengundang birahi.
Tangan tante Nana tidak tinggal diam. Tangannya meraba raba punggung
terus turun hingga sampai kepangkal pahaku. Disana dia menemukan
sebentuk keperkasaan milikku yang sudah tegang dari tadi.


"Agh..tante..mhh"aku tak dapat berkata apa apa sehingga tak sadar
aku menurunkan tali pengikat tanktop di bahu tante Nana dan terus
meremas bukit indah yang kelihatan masih kencang itu. Saat itu tante
Nana sudah tidak peduli lagi siapa aku dan siapa dirinya. Dia langsung
turun melepas remasanku untuk mencari kait celanaku dan kebetulan aku
memakai celana model training sehingga memudahkan tante Nana melepaskan
celanaku. Terlihatlah celana dalamku yang berwarna biru tua. Celana itu
sangatlah kecil hingga tak mampu menutupi semua senjataku sehingga
nampaklah mengintip batang milikku yang tegang itu.


Tangan tante Nana langsung merampas lepas celana kecil itu kebawah
hingga terlihatlah kerasnya kejantananku yang tegang sepenuhnya
mengacung keras menampar pipi tante Nana.



"Oh..Krish besar dan indah tante ingin sekali memilikinya" kata tante penuh nafsu sambil tangannya memegang penisku.

"Ahh.. tante milikilah dan lakukan sesuka tante sekarang" kataku.


Tangan tante Nana langsung memegang dan bahkan memasukannya kedalam
mulutnya. Tante Nana langsung mengulum dan meremas sambil sesekali
menggerakkan naik turun perlahan lahan batangku membuatku tak henti
hentinya mendesah sambil sesekali tanganku meremas-remas payudara tante
Nana.


"Aghh..tante teerruuss.. mhh" kataku menahan agar tidak sampai
suaraku terdengar sampai depan. Hisapan, remasan dan kocokan tante Nana
bertambah ganas seiring remasan di dadanya yang bertambah keras. Sampai
suatu ketika aku menjerit menahan desah karena aku sudah mencapai
klimaks dari permainan tante Nana.



"Aghh..tante sudah, Krish keluaarhh nihh.."jeritku tertahan.
"Crot..crot..crot.."3 kali aku menembakkan spermaku di dalam mulut
tante Nana dan tante Nana menelannya sampai bersih. Lalu tante Nana
menghentikan kegiatannya pada batang milikku dan menjilati ujung kepala
penisku. Saat tante Nana ingin melanjutkan permainannya, aku segera
tersadar kalau kami meninggalkan anak-anaknya terlalu lama.


"Udah tante, Krishna janji akan menyenangkan tante asal tante tetap
memakai pakaian yang sexy seperti ini kalau ada saya", janjiku.

"Ya udah deh, tapi kamu harus janji lho" sahut tante Nana.

"Tante mana nih bohlamnya" aku meminta bohlam yang akan dibetulkan.
"Oh ini", kata tante Nana sambil memberikan bohlam itu. Saat itu
tanktop tante Nana belum dibetulkan posisinya sehingga masih nampak
bukit indahnya.


Saat selesai memperbaiki lampu kamar tante Nana, aku langsung
memakai kembali celana dan celana dalamku setelah kami berciuman tanda
terima kasih tante Nana karena aku telah memuaskannya. Waktu itu aku
yang berjiwa muda melumat habis mulut mungil tante Nana sehingga tante
Nana kembali terangsang.



"Udah Krish, katanya udah ntar tante terangsang lagi lho", katanya sambil melepas ciumanku.

"Maaf, tante terlalu nafsu, kapan kapan dilanjutin lagi dech", kataku sambil menenangkan diri.

"Ok deh Krish" jawab tante Nana.


Lalu kami keluar. Saat kami sampai di ruang tamu Yusha dan adik
adiknya sudah didepan main bersama sama. Aku langsung mengajak Ayu ke
serambi samping rumah untuk sekalian menggarap Ayu.

"Aaahh.., erangku keenakan milikku diremas Ayu sehingga tak sadar tanganku memasukan tangan Ayu kedalam celanaku.

"Yuu..kocok milik kakak yuu.. yanghh kerasshh yah.. mhh" kataku sudah terangsang berat. Saat itu Ayu berkata

"Kak celananya mengganggu".

Langsung aku menurunkan celana beserta celana dalamnya sekalian.
"Ayo Yu kocok cepat" kataku tak sabar. Buru buru Ayu mengocok
batangku yang gede berukuran panjang 18cm dan berdiameter 5 cm itu.
Suasana serambi rumah Yusha memang mendukung untuk melakukan semua itu
maka kami tidak takut akan ketahuan oleh tetangga yang lain. Aku yang
sudah terangsang berat langsung meraba raba dada Ayu yang sudah mulai
tumbuh payudara walau yang masih terbungkus kaos tipis Ayu.


"Achh..kak, geli kaakkhh" Ayu merasakan kenikmatan yang belum dia
dapatkan sebelumnya. Tanganku langsung melepas kaos Ayu sekalian kaos
singletnya hingga nampak olehku susu indah dengan puting kecil berwarna
merah jambu yang baru muncul terus meremas remasnya.

"Ayu tetekmu indah sekali" kataku senang

"Kakak netek yah" sambungku tanpa menunggu persetujuan Ayu langsung menyodorkan payudara imut miliknya.

"Ahh.. kakak enakhh banget kak, Ayu sayang kakak" kata Ayu meracau.


Tanganku yang bebas langsung menuju ke rok Ayu yang sebatas atas
paha itu terus meraba raba pahanya. Tanganku terus meraba kian kedalam
hingga tersentuh olehku celana dalam Ayu yang sudah basah oleh cairan
kenikmatannya. Tak sabar tanganku pun menurunkan celana dalam Ayu
hingga sampai mata kaki.


"Ayu lepas dong sayang" kataku. Saat itu Ayu memang menolak tetapi
aku membujuk sambil mengulum puting susunya hingga Ayu akhirnya mau
juga dilepas celana dalamnya. Setelah terlepas tanganku meraba raba
bibir memek Ayu yang basah sambil sesekali menusuk nusuk liang surga
miliknya.

"Yu kamu cantik" kataku

"Mhh..terusshh kakhh.." desah Ayu

"Iya Yuu.. kocok terus kontol kakak sampai keluar air maninya sayang" kataku
"Keadaan terus berlanjut hingga akhirnya aku berteriak waktu aku
mencapai klimaksku. 5 kali tembakan spermaku mengenai rok Ayu. Ayu
rebah dipangkuanku tapi aku masih meraba raba memek Ayu.



"Ayu enak banget yang tadi, kakak puas Yu" kataku

"Enak yah kak, Ayu juga enak kok, sekarang main yang beneran yah kak" Ayu memintaku.

"Iya deh" sahutku

"Sekarang Ayu kulum dulu milik kakak, terus Ayu hadap kakak, nanti Ayu kakak gendong kalau kakak udah siap" aku mengajari.

"Gimana kak?" tanya Ayu

"Ini masukin kemulut Ayu terus dikulum seperti ngulum permen itu lho" aku menyodorkan batang pelirku.

"Ini.. mhh" Ayu mulai ngemut batang pelirku.

"Akhh.. mhh Ayuu enhhakhh.." desahku keenakkan.

"terushh.."kataku.

"Udah Yu sekarang Ayu naik kepaha kakak yah nanti kalau sakit tahan dikit yah" kataku sambil memangku Ayu.

Ayu terus naik kepangkuanku sementara aku menempatkan batang penisku tepat pada lubang memek Ayu.



"Tahan yah sayang" kataku sambil melumat bibir Ayu agar tidak menjerit.

Lalu..blesh kepala penisku memasuki memek Ayu. Saat itu Ayu langsung menjerit kecil.

"Akhh Kak perih"jerit Ayu.

"Tahan dikit yah sayang" kataku sambil menekan penisku lebih dalam.
"Mhh kak"Ayu merintih sambil memegang tanganku. Saat penisku sudah
¾ masuk, aku menggoyangkan pinggulku pelan pelan hingga Ayu naik turun
dan lama lama rintihan Ayu berubah menjadi desahan.

"Kak enak terrushh" katanya

Tanpa disadari Ayu aku menekan kuat kuat pinggul Ayu kebawah sehingga kemaluanku masuk semua menerobos selaput dara milik Ayu.

"Ssakithh.. Kakhh" Ayu berteriak lalu menggigit bibir.
"Sabar sayang nanti juga hilang sakitnya berganti nikmathh" kataku
bercampur desah. Saat Ayu tenang kembali aku mengayun pantatku dari
pelan naik turun hingga Ayu seperti naik kuda semakin lama semakin
keras.

"Kak enak terrushh kak" desah Ayu.

"Mhh..nikmatt Yuu, memek Ayu enakhh" kataku
Aku menyetubuhi Ayu sambil berselonjor kaki, terus Ayu kuhentak
hentakkan keatas dengan pahaku. Walau aku lelah tetapi kami mendapatkan
kenikmatan yang baru kami peroleh.



Hingga Ayu memelukku erat erat tanda Ayu telah klimaks.

"Kakhh Ayu pipis" jerit Ayu
"Iya kakak juga kita bersama sama pipis yah" sahutku. Saat itu aku
tidak tahan lagi lalu membalik dan menindih tubuh Ayu lalu menggenjot
keras keras memeknya.

"Kakakhh Udah Ayu nggak tahhaanhh" Ayu menjerit

Hingga akhirnya..
"Kakhh" Ayu menjerit. "Akh..nikmatthh" desahku saat ejakulasi dan
kami saling memeluk erat erat. Aku menembakan maniku yang kedua kali
selama 5 tembakan tanpa melepas kontolku dari dalam memek Ayu dan Ayu
mengguyur kontolku dengan air maninya selama 4 tembakan.


Hari jadian kami diawali dengan percintaan yang baru kami rasakan.
Tak sadar kami dihampiri oleh tante Nana yang sudah sejak tadi
mengintip. Tante Nana langsung mengajak kami main di kamarnya karena
tadi belum puas karena permainannya denganku terhenti.



"Yusha kemana tante?" tanyaku
"mereka pergi kok jangan takut" jawab tante Nana. Ayu dan aku
menuju kekamar tante Nana tanpa memakai kembali pakaian kami. Saat
sampai dikamar tante Nana yang terang ternyata Tante Nana sudah tidak
pakai tanktop lagi melainkan memakai rok saja sebagai penutup tubuhnya.
Rok itu hanya mampu menutupi susu sama memeknya saja tetapi paha atas
sampai pangkal paha terlihat jelas.



"Kak tante Nana sexy yah kak" ucap Ayu polos.

"Iyah.." aku menjawab sambil mendesah
Tak sabar aku langsung melepas kaosku hingga bugil karena celanaku
ditinggal di serambi rumah tante Nana. Ayu melepas rok kecil yang masih
menghalangi memeknya sehingga tubuh mulus anak SD-nya kelihatan semua.
Aku langsung mendekati tante Nana. Tanganku meraih ikatan rok tante
Nana lalu melepasnya. Aku langsung menetek susu tante Nana tanpa
diperintah.



"Tante enak nggak" tanya Ayu

"Ahh..enakhh banget Ayu sayang, Ayu jilatin dong memek tante" tante menuntun kepala Ayu kememeknya.

"Nah terus Yu yang dalem..ahh masukin lidah kamu dong..terushh.." tante Nana mendesah desah.
Merasa sudah pernah aku ajari, Ayu langsung menjilat jilat seperti
menjilat es krim hutan dan memek tante Nana. Dan tangan tante Nana
memegang kemaluanku lalu mengocoknya naik turun.



"Akhh..terus ayoo..miahh.." desahnya tak teratur.

Lalu tiba tiba tante Nana menyuruh kami berhenti.
"Krish kamu tiduran aja sayang biar tante masukin kontol kamu,
tante udah nggak kuat sayang" katanya tak sabar. Lalu aku tidur terus
tante Nana naik keatas tubuhku sambil menduduki penisku otomatis penis
tegangku masuk perlahan lahan hingga masuk semua.

"Akhh..Krish kontolmu kok besar banget sih tante sakithh tapi enak kok Krishh.." erangnya kenikmatan.

"Tante masukin terus kontol Krishna biar tante enak" jawabku menunggu kontolku masuk semua.
Sementara itu Ayu melihat dari samping sambil mengeluar masukkan
jarinya didalam memeknya. Dia terangsang sekali saat itu. Saat itu
memek tante Nana masuk semua lalu dia menggenjot pinggulnya bagai
kesetanan.



"Ahh..tante terushh.. mhh" desahku kenikmatan.

'cleepp..plek plek cleep..plek" suara beradunya kemaluan kami.

"Akhh..kontol anak anak memang nikhhmathh.." teriak tante Nana tidak sadar.

"Tante, Krishna mau diatas, tante pindah turun dong" pintaku pada tante Nana.
Lalu tante Nana turun tanpa melepas kontolku dari memeknya. Aku
langsung menggenjot kontolku sedang tante Nana menggoyangkan pinggulnya
kekiri dan kekanan bagai tari striptease.



Kami mengejar puncak kami sampai seperempat jam dan Ayu masturbasi sampai ia pun mencapai puncaknya.

"Krishna, tanhh..te sampai nihh.." erang tante Nana.

"Sleph..slep..slep" Aku mempercepat gerakanku agar tante Nana cepat mencapai ejakulasinya..lalu..
"Akhh..mhh" terasa kontolku basah dan hangat dibanjiri air mani
tante Nana tanda tante Nana telah sampai. Aku lalu mencabut penisku
yang masih tegang dan basah terus menghampiri Ayu.

"Ayu main lagi yuk sayang, Kak Krishna mau gantian sama Ayu"kataku memeluk Ayu.

"Iya kak"jawab Ayu.

Lalu aku mendekati memek Ayu yang kelihatan basah dan sedikit berdarah tanda perawannya telah hilang.

"Yu, punya Ayu berdarah yah?" tanyaku

"Sakit tidak?" tanyaku lagi

"Sedikit kak, makanya yang pelan yah kak" kata Ayu.

"Iya sayang" kataku lalu aku menjilat memek Ayu hingga cairan mani Ayu habis dan berganti oli kenikmatan Ayu.

"Sekarang masukin lagi yah kontol kakak ke memek Ayu yah sayang" kataku.

"Iya Kak pelan pelan yah" jawab Ayu.

"Kita kekursi itu yah lalu Ayu kakak pangku lagi tapi yang naik turun Ayu yah" aku mengajari lagi.
"Krishna kalau kamu udah mau sampai bilang tante yah ntar pejumu
masukin aja ke memek tante biar tante merasakan siraman pejumu Krish,
tante disini mau nonton ngentot kalian" tante Nana memesan pejuku
seperti memesan Es jus.

"Iya tante"jawabku singkat.

Lalu aku duduk dan memangku Ayu.
"Yu, ayo dong kamu naik turun" kataku saat kontolku sudah masuk
setengahnya. Lalu menurunkan Ayu pelan pelan takut Ayu kesakitan lagi.
Ayu pun tidak kesakitan seperti tadi dan mulai menaik turunkan
pantatnya pelan pelan lama kelamaan mulai cepat seperti orang naik
kuda.

"Akhh..Ayu kakak sayanghh.. Ayuu..terushh sayang nikmat sekallii.."desahku.

"Kak Nikhhmathh Ayu mau dong kapan kapan, kita mainhh lagi yah kakkhh" desah Ayu ketagihan.

"Yahh sayanghh.." jawabku. Kami tak berhenti hingga akhirnya..

Aku berteriak kepada tante Nana kalau aku sudah akan klimaks.

"Ah..tante Krishna mau sampai tante kita gantian yuk" teriakku.
"Iya, tunggu tante" tante Nana buru buru mendekatiku. Ayu
diturunkan dan tante naik menggantikan Ayu lalu menggenjot memeknya
kuat kuat agar aku cepet sampai. Aku memasukan dua jariku kedalam memek
Ayu agar Ayu juga merasakan kenikmatanya yang tertunda. Hingga
akhirnya..

"Achh tante Krishna sampai nih" teriakku saat air pejuku mau keluar.

"Semprotin terus dalam memek tante sayang, semua ayo.." kata tante Nana menyambut pejuku.

"crot.. crot.. crot.. crot.. crot" empat kali pejuku menyemprot membasahi memek tante Nana yang sempit dan..

"Kak jangan keras kerashh..kakhh sakiithh.." saat tak sadar aku mengocok memek Ayu terlalu keras.

"Kakhh Ayu pipishh" kata Ayu saat sampai.

"Serr.. serr.. serr.. serr" air maninya menyembur nyembur membasahi tanganku.
Tante Nana turun saat beberapa saat diam di pangkuanku membiarkan
kontolku mengecil sendiri lalu aku menjilat memek Ayu hingga bersih dan
menjilat memek tante Nana membersihkannya juga menjilat semua air mani
Ayu yang ada ditangannya.



"Krishna tante puas sekali, terima kasih yah tapi kamu besok harus kemari dan kita main seperti ini lagi yah" katanya.

"Ayu boleh ikutan tante?" Ayu menyahut
"Iya deh sayang tapi Ayu dilarang pakai celana dalam dan memakai
kaos dalam hanya boleh pakai daster terusan rok aja yah sayang"
jawabku.

"Terserah kamu deh Krish, tante capek nih mau tidur" kata tante Nana.

"Ya sudah tante kami mau pulang dulu, sampai besok tante" kataku.

"Sampai besok tante" kata Ayu.

"Bye semua" kata tante Nana lalu mengantar kami sampai keserambi depan rumah mengambil dan mengenakan pakaian kami.
Saat sampai diluar rumah dan berjalan pulang bersama Ayu aku
mengajari bermasturbasi yang nikmat. Aku mengajari bila tak ada aku Ayu
bisa mengeluar masukkan tiga jarinya didalam memeknya sambil meremas
remas susunya dan memelintir putingnya sampai dia puas dan mengeluarkan
air maninya, tapi harus didalam kamarnya dan tidak mengajak siapapun
juga.

Hadiah Spesial Buat Riniku - 2

Dari bagian 1

Tapi waktu, tempat dan kesempatan mempertemukan kami sehingga membuat
kehidupan saling mengisi dan malah sudah saling membutuhkan. Aku butuh
semangat dan gairah muda yang berkobar dari Rini sedangkan dia butuh
tempat berlindung yang kokoh dan teduh dari aku.. Klop deeh.



"Hei jangan nglamun," Rini mencubit pahaku ketika pelayan sudah berdiri tepat di depanku tapi aku tidak menghiraukannya.



"Oh oh.. Iya Mbak.. Es jeruk buat aku dan kelapa kopyor itu buat dia," aku memberitahu Mbak pelayan sambil menunjuk Rini.



"Om.. Kalau kali ini Rini minta sesuatu boleh nggak!"



"Kenapa tidak.. Kalau Om sanggup pasti Om kabulkan"



"Sebetulnya Rini mau memberikan satu hadiah spesial buat Om tapi sebelumnya Rini minta sesuatu dulu.. Gimana Om.""



"Ok nggak masalah",. Jawab ku sambil mempersilahkan dia minum.


"Rini tahu kok, Om nggak pernah mau ngerayain HUT Om, tapi kali ini
Rini minta untuk dirayakan sebagai hadiah juga buat Rini, kita rayain
ya!" Kulihat wajahnya sangat berharap.


Betul sekali, aku Mamang paling ntidak suka dengan yang namanya
pesta HUT gitu, jadi wajar saja kalau aku lupa hari itu aku sebetulnya
ulang tahun.



"Well.. Kita mau ngerayain seperti apa, dimana degan siapa aja Rin""


"Maksud Rini kita rayain berdua aja, gimana kalau kita cari tempat
yang jauh dari keramaian agar lebih leluasa, kayak dipantai gitu!"
belum sempat kujawab Rini sudah ngrocos lagi.



"Jangan khawatir, Rini tadi sudah pamit mau nginap di rumah teman sama paman."



Dia seperti bisa membaca jalan fikiranku.



"OK apa kita mau ke Ancol!"



"Jangan Om disana terlalu ramai, Rini ingin ke Merak disana kita bisa lihat ferry keluar masuk dermaga sepanjang malam"


Setelah telpon ke rumah memberitahukan bahwa aku ada rapat dinas,
maka kami langsung tancap gas ke Merak. Disitu ada sebuah hotel pantai
yang memang sudah tidak terlalu bagus lagi karena termakan usia, tetapi
sangat strategis, tempatnya di pinggir jalan raya dan menghadap
langsung ke selat Sunda dan Pelabuhan ferry.


Setelah mandi, Rini tidak lagi paklai jean ketat, tetapi rupanya
dia sudah siap dengan baju tidur putih setengah transparan sehingga
lekuk tubuh dan tonjolan dadanya begitu jelas.



"Rin.. Om masih penasaran kamu mau ngasih hadiah spesial apa sih sama Om," aku bertanya sambil telentang ditempat tidur.



"Nanti aja deh.. Om pasti bakal tahu juga," Rini merebahkan diri disamping kananku.


Tiba tiba kami saling menghadap sehingga wajah kami hampir
bersentuhan. Aroma nafasnya menerpa hidungku dan bau mulutnya yang
wangi membuat gelora hasratku terpancing.


Kulingkarkan tangan kiriku ke tubuhnya, dia diam dan malah
memejamkan matanya. Pelan tapi pasti bibirku menyentuh bibir Rini
dengan lembut. Rini seperti tersentak tiba tiba. Tubuhnya sedikit
mengigil dan nafasnya jadi memburu.


Kuhentikan gerakan bibirku persis diantara kedua bibir Rini, ujung
lidahku kudorong keluar sedikit demi sedikit dan bibir Ranum itu mulai
kujilati dengan penuh perasaan. Aku sengaja mengontrol gerakan dan
keinginan ku sedemikian rupa agar Rini dapat merasakan suatu sensasi
kelembutan yang membuai dan akan membuat dia terhanyut dalam
kenikmatan.



"Rin.. Boleh nggak Om teruskan," aku berbisik sambil mengecup kupingnya.



Tubuhnya bergetar dan posisi tidurnya tidak lagi menghadap aku tetapi bergerak telentang dalam dekapanku.



"Nggak pa pa Om terus aja," Rini menjawab disela deburan jantungnya yang menggila.



Aku segera mengecup kulit putih tepat dibelakang telinganya, Rini mengerang, "Om.. Geli.. Bulu roma Rini jadi berdiri semua."



"Nggak apa apa Rin," aku menjawab sambil terus mengerakkan bibir dan lidahku meluncur di lehernya yang jenjang.


Leher mulus itu kujilat dengan lembut dan pelan, terus turun..
Turun.. Dan Ouh.. Baju tidur Rini tiba tiba terbuka di bagian dadanya,
buah dada itu begitu ranum, kulitnya putih dan halus, disekitar
putingnya berwarna coklat kemerahan, ditumbuhi bintik bintik putih
halus melingkar memagari puting susunya yang kehitaman dan sudah
berdiri tegak.


Sungguh satu pemandangan yang sangat indah melihat payudara muda
dan baru pertama mengalami rangsangan sexual. Bentuknya masih bulat dan
padat membuat aku tak sanggup lagi menahan diri.



Putting muda itu kuhisap dengan lembut dan tubuh Rini kembali bergetar.



"Oouuhh Om.. Rini nggak tahan Om. "



"Nggak tahan apanya Rin"



"Nggak tahu Om.. Nggak tahan aja"



Aku lupa kalau Rini belum pernah mengalami rangsangan seperti ini.


"Nggak pa pa Rin jangan ditahan.. Kalau Rini ngerasa sesuatu ikutin
aja," aku berkata sambil memutarkan jempol dan telunjukku ke puting
susunya.



"Om.. Terus Om.."



"Iya Rin. Tapi bajunya buka dulu ya."



"Terserah Om.. Aja"


Semua pakaian Rini kulucuti begitu juga aku, kami sekarang
telanjang lonjong eh.. Bulat. Tubuh putih polos Rini sekarang terhidang
pasrah dihadapanku. Sementara penisku sudah mulai teler mengeluarkan
cairan putih bening pertanda siap tempur. Rini kembali kudekap dengan
pelan, penisku kutempatkan persis ditengah belahan vagina Rini.



"Ouuh Om.. Rini jadi basah Om.. "



"Iya sayang.. Om Juga"



Kugerakkan pinggulku turun naik penuh irama, pelan pelan penisku menyentuh clitoris Rini.



"A.. aduh Om.."


Cengkraman tanga Rini seperti mau merobek kulit punggungku. Dia
mulai terangsang dengan hebatnya, matanya sayu dan redup, bibirnya
merekah setengah terbuka dan basah oleh hasrat kewanitaan yang minta
dipuasi. Sementara aku mulai merasakan cairan panas mengaliri batang
penisku, itu adalah cairan vagina Rini yang keluar bagaikan mata air
pegunungan sukabumi, kental dan licin.


Kedua tanganku mulai membelai payudara Rini denga gerakan melingkar
dari bawah ke atas dan berakhir diputingnya yang tegak berdiri. Aku
menyadari ini belumlah saat yang tepat untuk melakukan penetrasi, Rini
harus diberi kenikmatan puncak senggama dengan cara lain, setelah
nikmat klimaks itu dia cicipi buat pertama kali didalam hidupnya,
barulah penetrasi akan akan kulakukan.


Pelan pelan kedua kaki Rini kudorong kepinggir, sekarang vagina
Rini terbentang jelas dihadapan penisku. Bulunya sedikit kepirangan
(nggak pernah disampoin kali) tepat diatas clitorisnya bulu tersebut
membentuk lingkaran kecil seakan disiapkan buat tempat pendaratan
lidahku.



Aku sudah mau menjilat clitoris itu sambil menunduk tapi tiba tiba.


"Om jangan dijilat ya.. Rini pasti nggak tahan, kata teman teman
kalau vagina Rini dijilat, Rini pasti lansung klimaks.. Oouuh padahal
Rini masih kepingin lebih lama ngerasain seperti ini."


Kuurungkan niat untuk menjilat vagina Rini yang sudah terbuka lebar
tersebut. Kulit di seputar vagina itu putih dan bersih, sementara
ketika bibir vaginanya kusibak dengan jariku, kelihatan warna merah
membayang dipinggir bibir dan lubang vagina yang sekarang telah
dipenuhi cairan putih bening nan wangi.



Kakinya kuangkat lebih tinggi dan sedikit mengangkan sehingga bibir vagina Rini betul betul terbuka menantang penisku.



"Rin.. Kita peting aja dulu ya.. "



"Peting itu apa Om.. "



"Nih. Begini nih"


Batang penisku kuletakkan persis ditengan tengah bibir vagina Rini
dan dengan gerakkan turun naik yang berirama, penisku mulai menggosok
bibir vagina dan clitoris Rini.


Aku merasakan tangan Rini mulai menekan pinggulku agar batang
penisku lebih erat menepel di vaginanya. Gerakkanku semakin cepat dan
pingul Rinipun mulai turun naik seirama tarian dangdut penisku. Lendir
vagina Rini semakin banyak membuat penisku dengan leluasa bergerek
didekapan vaginanya.


Akibat licin dan hangat, serta sensasi clitoris yang tersentuh oleh
ujung penisku, aku mulai merasakan gerakan sperma menyeruak ingin
menyemprot, kukendalikan diri agar airbah sperma ku jangan tumpah
duluan sebelum Rini dapat kupuaskan. Gerakan Rini semakin lama semakin
liar, dia mulat menggigit bahu dan tetekku, jemarinya mencengkram
kencan pantat belakangku.


"Oomm, Rini ngerasa melayang.. Dan oouuh ada yang mendesak dari
bawah vaginaku.. Oh apa ini kok rasanya seperti ini.. Oomm Rini nggak
tahan.. Om tolong gosokkan penisnya yang kencang.. Oouhh dia datang
ouhh.."


Sebelum Rini terkulai lemas karena klimaks pertamanya, akupun
merasakan gerakan sperma yang tiba tiba kuat menekan dari sela sela
kedua torpedoku, terus meniti batang, terus kebagian kepala dan
sekarang tepat diujung penis



"OOh.. Rin.. Omm lepass sayang.."


Spermaku muncrat menyirami pusar Rini yang putih bersih, sperma itu
begitu kental seperti ingus yang sudah mingguan nginap dihidung., diam
dan sama sekali tidak meleleh ke bawah, sekalipun dia dipinggir perut
Riniku yang telah tertidur pulas.


Jam 12 malam kami terbangun karena lapar, tetapi sebelum bangun
tiba tiba aku menyentuh payudara Rini. Akibatnya Ruar biaa.. Sa. Rini
langsung terangsang dan mencium bibirku penuh semangat. Tak ada pilihan
lain biarkan perut menunggu sebentar, toh yang bibawah perut juga
kelaparan. Ciuman Rini kusambut dengan hangat, pelan tapi pasti
pergumulan kembali terulang, remas berbalas remas, kecup dibalas kecup,
jilat dibayar jilat, dan itulah yang saat ini sedang aku lakukan.


Vagina Rini kusibak dengan jariku, ujung lidahku menerobos dengan
lembut menuju clitorisnya. Clitoris itu kuhisap bagaikan menghisap
puncak es cream, lembut, pelan dan sedikit dijilat dengan ujung lidah.
Dengan gerakan tiba tiba Rini mebalikkan tubuhku sehingga dia sekarang
mengangkangi kepala ku, vaginanya persis diatas mulutku dan bibirnya
siap mematuk penisku.



Bibir Rini yang lembut dan basah kurasakan menyentuh lubang kecil diujung penisku



"Ouuhh Rin, jilat terus sayang.. Jangan kena gigi ya.."



"Iyyaa Om, tapi Om jangan diam dong.."


Aku lupa dengan tugasku karena keasyikan dihisap Rini. Lidahku
kembali beraksi, kali ini sedikit menerobos ke dalam vagina karena
posisi ku tepat dibawahnya. Rini menggelinjang hebat. Pahanya makin
menjepit mukaku, tapi hisapan dan kulumannya dipenisku juga semakin
kencang. Kupikir inilah saatnya keperawanan Rini harus kunikmati.
Dengan klimaks yang sudah dia rasakan ditambah dengan rangsangan yang
saat ini dia alami, maka penetrasi pertama ku ke dalam vaginanya kukira
tidak akan membuat dia kesakitan.


Posisi kurubah, sekarang Rini telentang tepat dibawahku, kulihat
bibirnya masih berlepotan ciran bening penisku, dia mejilat sudut
bibirnya dan cairan itupun besih menghilang. Kakinya terentang membuat
posisi vaginanya jelas terbuka, pelan pelan kutempatkan ujung penisku
dilubang vagina Rini tetapi aku masih diam. Aku ingin dia merasakan
sensasi dan getaran hangat dari ujung penisku.



"Oom ayo dong," Rini menyodorkan payudara kirinya untuk kuhisap.


"Mm.." aku langsung menghisapnya, tubuh Rini kembali bergetar hebat
dan tanpa dia sadari. Ujung runcing penisku pelan pelan telah membuka
jalan masuk ke vaginanya.



"Om.. Perih.." Rini mendekapku ketika batang penisku telah hampir separuh jalan menuju singasananya.


Dinding vagina Rini yang masih perawan terasa menjepit dan menahan
gerakan maju penisku, itu mungkin yang membuat dia merasa sedikit
perih. Kutarik penisku dengan pelan, ujungnya kuarahkan ke clitorisnya.
Dengan gerakan mencongkel yang lembut ujung penisku beradu dengan
clitorisnya.



"Om aku nggak tahan.."


Melihat Rini mulai terangsang hebat, sasaran penisku kembali
kuarahkan ke jalan yang benar, yaitu lubang kenikmatan. Kali ini ujung
penis menerobos dengan lancar.



"Oh ouhh masuk semua ya Om..! rasanya sesak sekali."



"Masih perih sayang," kataku berbisik dikupingnya.



"Nggak papa Om terus aja"



"Nih.. Om tusuk ya."



"Iya Oom.., yang dalam Om."



"Iya.. Om sudah masuk semua nih, Rini.. Oh Rin.. Terimaksih ya.. Sungguh nikmat sekali saya.. Ng.."



"Iya Om ini hadiah istimewa dari Rini."



"Oh Om.. Rini nggak tahan. Terus Om. Yang kencang Om.. Ohh iya Om terus.. Kayak itu.. Aja Ouhh!"



Dengan iringan erangan panjang, Rini mencapai klimaks untuk kedua kali dalam hidupnya.



"Om.. Maaf ya. Rini nggak tahan.., padahal Om belum lepas kan.."



"Nggak apa sayang.. Tidak satu jalan ke Jakarta, lewat Priuk bisa, lewat bekasi juga bisa."


Rini mengerti apa yang kumaksud, penisku segera dibelainya dengan
lembut, makin ke ujung, makin ke ujung terus. Terus.. Dan terus, aku
nggak tahu apa apa lagi, yang aku rasa hanya panasnya lidah dan bibir
Rini diseputar kepala penisku.



"Rin.. Sayang terus.. Hisap.. Sambil dijilat dikit.. Oh. Ya dengan ujung idah sayang.. Oh."


Pandanganku gelap, dunia terasa mengambang, tubuhku seperti
mengapung, ketika semprotan demi semprotan cairan kenikmatan muncrat
dari ujung penis dan membasahi bibir dan hidung Riniku.


Tiga tahun sudah berlalu, sekarang aku kehilangan Rini dia hilang
ditelan banjir bandang Bahorok. Dia bekerja sebagai guide lepas pada
satu perusahan pengelola pariwisata. Selama dia di SMU dulu, dia
kukursuskan bahasa Inggris di salah satu tempat kursus ternama di dekat
kantorku. Dengan modal bahasa dan wajahnya yang ayu serta sifatnya yang
supel akhirnya dia diterima di perusahaan itu.


Masih kusimpan kaos oblong warna hitam dengan gambar lidah menjulur
dan tulisan Bali di bawahnya, di dalam lemari pakaianku. Itu adalah
hadiah dari Rini sewaktu dia menerima gaji pertamanya.


"Rini aku menyayangimu, aku merindukanmu.. Tetapi kau takkan pernah
kembali lagi. Maaf kan aku sayang. Melalui surat ini aku inginkan
Rini.. Rini lain menggantikan posisimu disampingku. Aku akan berikan
semua apa yang pernah kau terima, dan akan kujaga dia sama seperti aku
menjagamu."

Buat anda yang mau menggantikan Riniku silahkan hubungi aku di omkusayang@yahoo.com kamu akan jadi pengganti Riniku yang hilang dengan segala haknya.



E N D

Hadiah Spesial Buat Riniku - 1

Januari pagi 2001
Hujan turun deras sekali penglihatan sedikit kabur karena kaca mobil
tertutup embun yang menempel dikaca depan. AC kunyalakan walaupun udara
terasa dingin menusuk tulang. Saat itu sudah jam 7.30 pagi, jadi sudah
tak mungkin lagi menunda untuk berangkat kekantor apalagi jam 8.00 ada
janji meeting dengan client.


Mobil kujalankan pelan dan hati hati, maklum jalan di depan rumah
tidak begitu lebar. Dari rumah ke jalan raya tidaklah begitu jauh
setelah satu tikungan kekiri maka akan kelihatan sebuah kaca spion
besar warna merah diperempatan jalan dan itulah jalan raya yang akan
membawa arah perjalananku menuju kantor.


Persis ditikungan sebelah kiri di depan sebuah wartel seseorang
melambaikan tangan meminta aku berhenti untuk minta tumpangan. Aku
tidak bisa melihat dengan jelas wajahnya karena terhalang hujan yang
sangat deras, tetapi dia berambut sebahu dan berseragam SMU.



Mobil kupelankan, dan tanpa tunggu aba aba lagi dia lansung membuka pintu depan dan duduk disebelahku.



"Maaf Om saya kehujanan, dari tadi nunggu angkot penuh melulu.. Ya dari pada terlambat terpaksa mobil Om kustop, sorry ya Om."


Dia berkata polos sambil mengibaskan rambutnya yang menempel di
kerah baju karena basah.Sekilas tanpa sengaja tengkuknya kelihatan,
putih.. Bersih.. Dan ditumbuhi rambut rambut halus yang mebentuk satu
garis lurus ditengahnya.


"Nggak apa apa kok, memang hujan hujan begini angkotnya jadi sulit,
apalagi diujung jalan sana biasanya kan banjir, jadi sopir angkot jadi
enggan lewat sini."



Aku menjawab seadanya sambil kembali konsentrasi melihat jalan yang sudah digenangi air hujan.



"Om kantornya dimana," dia memecah kesunyian.



"Di daerah kuningan, memangnya kamu sekolah dimana," aku bertanya sambil melirik wajahnya.


Wow rupanya seorang bidadari kecil sedang duduk disebelahku,
wajahnya sungguh cantik. Bibirnya tipis kemerahan, hidungnya runcing
dan mancung sedangkan alis matanya hitam melengkung tipis diatas
matanya yang bulat bersinar.


Aku sedikit gugup dan kehilangan konsentrasi, mobil tiba tiba
memasuki genangan air yang cukup dalam. Air terbelah dua dan muncrat
kepinggir seperti gulungan ombak pantai selatan.



"Hati hati Om, banyak genangan dan licin..! Kita bisa slip nih," dia mengingatkan sambil menepuk pundakku.



"I.. i.. ya" jawabku sedikit tergagap.


"Kamu sekolah dimana," kuulangi pertanyaan yang belum dia jawab
sekedar menghilangkan rasa kaget dan gugup yang datang tiba tiba.


Perempuan memang makhluk yang luar biasa, aku sudah terbiasa
menghadapi banyak ragam perempuan, mulai dari yang centil di karaoke,
yang kenes di bar-bar sampai mantan pacar dirumah, tetapi kok aku tiba
tiba seperti menjadi seperti seekor tikus di incar kucing dihadapan
seorang anak SMU. Aku merasa kehilangan bahan pembicaraan, padahal
dikantor aku terkenal tukang bikin ketawa dengan omonganku yang suka
ngelantur.



"Di.. " dia menyebutkan sebuah sekolah di daerah Mampang Prapatan.



"O.. Kalau begitu kamu bisa ikut sampai timah, nanti tinggal nyambung naik metromini."



Rasa gugupku mulai hilang, pengalaman sebagai tukang cipoak berhasil mengontrol dan mengembalikan rasa percaya diriku.



"Makasih Om, kalau sudah sampai situ sih.. Gampang, jalan kaki juga nggak jauh kok."



"E.. ngomong ngomong kamu tinggal dimana sih, kok rasanya saya nggak pernah lihat kamu selama ini."


"Terang aja nggak pernah Om, orang aku baru pindah kok. Dulu aku
sekolah di Kudus sama Ibu, tapi.. " dia terdiam dan kelihatan wajahnya
seperti menyembunyikan sesuatu, apalagi aku dan dia sama sekali belum
berkenalan.


"Oh.. Pantas aja dong, e.. e.. namamu siapa?" aku bertanya tiba
tiba agar dia tidak merasa jengah karena aku tahu dia tidak mau
meneruskan cerita tentang masa lalunya di Kudus sana.



"Rini Om, Rini Kusumawardhani."


"Wah.. Itu betul betul sebuah nama yang pas buat kamu," aku mulai
melepaskan tembakan pertama sambil tersenyum semanis mungkin, ha ha ha
ha ha awas ada semut.


"Ah.. Om bisa aja," dia menjawab sambil tersipu. Woouu.. Hatiku
meronta melihat rona pipinya yang tiba tiba memerah bak awan senja
diufuk barat. Awan diufuk barat merah apa kuning ya! sebodoh amatlah..



"Tolong ambilkan uang di box dibawah tape itu Rin, buat bayar tol."


Dia menundukkan badan untuk menjangkau uang ke dalam box, aku
melirik ke kiri, tiba tiba pemandangan indah terbentang di sela sela
kerah bajunya. BH ukuran 34b sedang terisi dengan sempurna oleh
gelembung payudara yang kelihatan tambah putih dibalik baju seragamnya.


"Yang ini Om.. Oup," tiba tiba dia menyadari aku sedang menatap
kedua payudaranya yang kelihatan jelas dari balik kancing baju yang
terbuka diurutan paling atas.


"Maaf, Iya yang itu.. Yang lima ribuan," aku menjawab sambil
memalingkan muka dan lansung menginjak rem karena mobil di depan
berhenti tiba tiba. Tangan kanannya yang tadinya akan menutup kerah
baju tiba tiba menggapai sesuatu untuk pegangan agar dia tidak terantuk
ke dashboard mobil yang kurem secara mendadak.



Kali ini dia berteriak kecil
"Maaf Om aku nggak sengaja," tiba tiba dia menutup muka dengan
kedua tangannya karena malu dan jengah, soalnya sewaktu mencari tempat
berpegangan tadi, tangannya masuk kesela sela pahaku dan dia memegang
sesuatu yang sedang bergerak tumbuh menjadi keras nun dibalik CD ku.


Aku merasakan hentakan yang luar biasa keluar dari pangkal pahaku
menjalar ke batang penis dan terus bergerak bagai kilat ke arah
kepalanya, gerakan itu begitu dahsyat dan tiba tiba akibat terpegang
oleh tangan halus si Rini. Ruisleting celana ku seperti didorong
sesuatu sehingga menonjol runcing kedepan dan hapir mentok di stir
mobil.


"Alah mak. Jan.." kepalaku atas bawah berdenyut kencang, tetapi
klakson mobil dibelakang mengejutkan aku agar segera memberi jalan.


"Oi! pacaran jangan di tol, no pergi ke.." sisopir mengumpat sambil
menyebutkan sebuah nama pantai yang terkenal sebagai surganya mobil
goyang.


Itu adalah awal perkenalanku dengan Rini, gadis Kudus kelas 3 SMU
di Mampang Prapatan. Semenjak itu hampir tiap pagi Rini dengan setia
menunggu di depan wartel untuk berangkat bareng dengan mobilku.


Kami mulai bercerita tentang keadaan masing masing, rupanya dia
pindah ke Jakarta ikut pamannya karena orang tuanya bercerai dan Ibunya
tidak sanggup membiayai sekolahnya.


Di Jakarta dia hidup sangat prihatin, maklum tinggal dengan orang
lain walaupun dia paman sendiri tetapi tentu saja sipaman akan lebih
memperhatikan kepentingan anak serta istrinya terlebih dahulu sebelum
buat si Rini.


Hampir tiap hari dia hanya dibekali uang yang hanya cukup buat
ongkos angkot sedangkan buat jajan dan lain lain adalah suatu kemewahan
kalau memang lagi ada.


Hari demi hari berlalu dengan cepat dan aku dengan Rini kian dekat
saja, kalau dia disekolah ada kegiatan ekstrakulikuler maka pulangnya
dia akan mampir ketempat kerjaku, maklum kantorku berada diatas sebuah
plaza yang cukup besar.


Tugasku sebagai salah satu manager dengan gampang bisa kutinggalkan
1 atau 2 jam, toh ada sekretaris yang ngurusin. Aku juga tidak
menegerti kenapa Rini jadi begitu dekat denganku, kami jalan bersama,
nonton makan dan adakalanya dia minta dibeliin sesuatu, seperti baju
ataupun parfum. Tetapi itu tidak terlalu sering yang paling dia
harapkan dari aku adalah perhatian karena pernah satu hari dia terus
terang bicara.



"Om maaf ya kalau 2 minggu kemaren Rini nggak nemui Om dan juga sama sekali nggak ngasih kabar."


Dia berhenti sejenak sambil menatap aku, saat itu kami sedang
berjalan dipantai Ancol, dia memegang erat lenganku sambil menyandarkan
kepalanya. Tanpa dia sadari tangan kiriku sudah berulangkali menyentuh
ujung payudaranya apalagi ketika dia semakin erat merangkul. Payudara
itu begitu kenyal dan kelelakianku tiba tiba mulai terusik.



"Memangnya ada apa," aku menjawab sambil mengajak dia duduk disebuah bangku tembok dibawah pohon kelapa.


"Tadinya Rini sudah mau berhenti sekolah, habisnya uang sekolah
sudah 2 bulan tidak dibayar dan buat beli buku juga nggak punya." Dia
merenung sambil memandang jauh ketengah laut yang ditaburi kerlap
kerlip lampu nelayan dan sesekali kelihatan lampu pesawat yang hendak
turun di Sukarno Hatta.



"O.. Itu masalahnya, lantas kenapa kamu nggak ngomong aja sama Om"



"Nggak enak Om, ntar dikirain saya matre lagi.." dia menjawab sambil tersenyum.


"Rini.. Gini aja deh, kamu kan sudah tahu kalau Om mau Bantu kamu,
tapi kalau kamu nggak bilang, Ya terang aja Om nggak tahu! iya toh."


"Makasih Om.. Terus terang memang Rini mau minta tolong Om untuk
yang satu ini. Om nggak usah mikirin mau Bantu yang lain deh, tapi aku
akan berterimakasih sekali kalau Om bisa menyelamatkan sekolahku.. Itu
aja."


Dia tertunduk, wajahnya begitu sendu dan sorot matanya hampa tanpa
gairah. Aku begitu terenyuh melihat seorang Rini yang hari harinya
seharusnya dihiasi oleh tawa ceria dan penuh optimisme ternyata harus
menanggung beban demikian berat.



"Oup.. " Rini berteriak kecil karena kaget ketika kupingnya kutiup untuk memutus siklus lamunannya.



"Om nakal ya.." dia menepuk bahuku dengan mesra dan akhirnya malah memeluk aku.


Bau harum tubuhnya memenuhi rongga hidungku dan membangkitkan
keinginan untuk balas memeluknya. Kuraih bahu kirinya kurebahkan dia
diatas kedua pahaku, dia sedikit kaget, ingin menolak tetapi itu
terjadi demikian cepatnya. Akhirnya Rini meraih tangan kiriku dan entah
sengaja atu tidak tanganku didekap erat didadanya. Oooh.. Lembutnya
daging itu, payudara muda yang masih segar dan ranum telah mengalirkan
sensasi elektrik ribuan volt ke sekujur tubuhku.


Aku yakin Rini merasakan sesuatu yang bergerak menyentuh
punggungnya, karena posisi tidurnya persis tepat di atas batang
penisku. Aku tahu itu karea Rini berusaha mengangkat pungungnya untuk
kembali duduk dan wajahnya kelihatan memerah karena malu. Tapi dengan
lembut gerakan duduknya kutahan dengan menekan dadanya.



"Rin.. Sudah tidur aja.. Nih Om kipasin biar nggak gerah."



Aku hanya sekedar bicara karena jujur aja otakku sudah ditaburi bayangan lain yang lebih seru. Tapi kuyakinkan diriku.


"Ini si Rini yang sama sekali belum berpengalaman, sedikit saja
kamu salah langkah akan bubar semuanya. Sabar.. Sabar, gunung nggak
usah dikejar emang dia nggak pernah lari kok."


Dia kembali tidur dipangkuanku dan sekarang dia malah membiarkan
tanganku menekan kedua payudaranya. Kulihat nafasnya mulai tidak
beraturan ketika pelan pelan tanganku bersentuhan dengan pucuk
payudaranya. Ini adalah pengalaman pertama buat payudaranya disentuh
tubuh laki laki. Walaupun itu hanya dari balik baju dan BH, tetapi buat
Rini yang baru pertama merasakan, sudah membuat dia sulit bernafas
karena mulai terangsang.



"Rin kita pulang yok, sudah jam 8 nanti pamanmu bingung dan lapor polisi." Kataku sambil bercanda.



"Nanti aja Om.. Bentar lagi, Rini masih ingin disini 2 jam lagi," dia makin erat memelukku.


"Oupt.. Besok besok kita bisa jalan ke sini lagi, tapi kalau kamu
dimarahin karena terlambat pulang, ya.. Kita akan kesulitan untuk jalan
jalan lagi.."



Aku berkata sambil mebangunkan Rini dari pangkuanku.



"Ok deh Om.." dan secepat kilat dia mengecup pipiku. Aku hanya bisa terdiam kaget, karena nggak nyangka.



"Lho kok bengong Om.. Katanya mau pulang, ayo." Rini menarik tanganku.



"Ayo," kami berjalan berdekapan.


Dua tahun sudah berlalu, hari itu hari Jumat dan Rini memberitahuku
agar aku menemuinya di tempat biasa kami ketemu, di sebuah café dibawah
kantorku jam 4 sore. Aku sampai disitu persis jam 4, tapi aku nggak
lihat batang hidungnya si Rini, tiba tiba ada bisikan lembut di
belakang kupingku.



"Surprise!!"


Aku sempat nggak percaya dengan apa yang kulihat. Seorang wanita
cantik dengan celana jean dan kaos ketat berdiri di depanku. Pahanya
yang panjang dan mulus terlihat jelas dibawah balutan celana jean.
Disela pahanya tergambar jelas belahan kewanitaan yang belum pernah
tersentuh laki laki. Kaos ketat mempertegas beberadaan dua gunung
kembar didadanya, sedangkan bagian bawah kaos yang sedikit pendek
memperlihatkan kulit putih, bersih dan dihiasi sebuah tahi lalat kecil
tepat di bawah pusar. Oh.. Sungguh pemandangan yang indah dan langka.



"Jangan ngliatin gitu dong Om! emangnya nggak pernah lihat cewek pakai jean"



"Sorry, Rin.. Kamu luar biasa, membuat Om jadi linglung."



"Ah jangan ngerayu ah.."



"Nggak kok, hei kenapa tiba tiba kamu tampil beda begini," aku bertanya sambil menggamit tangannya untuk mencari tempat duduk.


"Ehem.. Ada yang lupa rupanya, hari Ini aku bukan anak SMU lagi,
aku sudah lulus, lulus, lulus dan merdeka dari segala pasungan dan
aturan sekolah.. Katanya sambil berlagak kayak Rendra baca puisi.



"Eh ingat kita lagi di café.. Tuh lihat tuh orang orang pada mandangin kamu."



"Sorry lah, habisnya hanya dengan Om aku bisa berbagi rasa jadi jangan salahkan daku kalau nggak bisa nahan diri."


"Om ku yang baik, hari ini aku ngucapin terimakasih yang sebesar
besarnya, karena kalau bukan Om yang Bantu sudah pasti sekolahku
berantakan."



Dia berdiri dari kursinya dan dengan cepat memberikan ciuman ringan dipipiku.



"Rin, nggak enak dilihatin tuh" aku berlagak alim lah dikit.


"Justru karena banyak yang lihatin Rini brani nyium Om, kalau
ditempat yang sepi.. Wah bisa bahaya dong..!" Dia mencubit hidungku
dengan gemas.



Aku bisa menduga isi fikiran orang orang disekitar kami, "Lha ini bapak sama anak atau Om sama.. Pacar mudanya ya!"


Mereka nggak salah, Rini adalah seorang gadis cantik yang sedang
tumbuh, sedangkan aku adalah laki laki 'Tua sih belum tapi muda sudah
lewat' ibarat mangga sudah mengkal kata orang Betawi, sudah nggak enak
dirujak.



Ke bagian 2

Guru Matematikaku

Waktu
aku kelas satu SMA ada guru matematika yang cantik dan sangat enak jika
memberikan pelajaran. Namanya Asmiati umurnya dua puluh sembilan,
kulitnya putih halus dan bodynya padat berisi terlebih lagi dia menikah
pada usia dua puluh tujuh tapi sekarang janda karna suaminya meninggal
waktu usia perkawinan mereka baru tiga bulan karna kecelakaan
lalulintas. Yang aku senang dari Bu Asmi adalah jika mengajar ia sering
tak sadar kalau bagian atas bajunya agak terbuka sehingga tali BH pada
bagian pundaknya sering terlihat oleh aku yang jika pelajarannya selalu
mengambil duduk di depan dekat meja guru. BH yang dia gunakan selalu
warna hitam dan itu selalu menjadi tontonan gratisku setiap
pelajarannya.


Pagi itu sekitar jam delapan lewat kami sudah dipulangkan karna
akan ada rapat guru. Aku agak kesal karna pelajaran kedua matematika
artinya aku gak bisa ngeliat pemandangan indah hari ini, dan untuk
menghilangkan suntuk aku pun pergi main ketempat kawanku. Aku masih tak
tahu aku akan dapat rejeki nomplok.


Sekitar jam sembilan lewat aku pergi pulang, dan pada saat lewat
sekolah aku melihat Bu Asmi sedang menunggu angkot, aku pun mengajaknya

" mari saya antar Bu " ajakku tanpa berharap dia mau

" tapi rumah ibu agak jauh ko " ia mencoba menolak

" gak pa-pa kok bu, gak enak sama guru PPKN " candaku

setelah berpikir sebentar akhirnya ia mau " iya deh tapi ibu pegangan ya soalnya ibu pernah jatuh dari motor "

" silahkan Bu " setelah itu kau menjalnkan motorku dengan kecepatan sedang.
Tangan Bu Asmi yang berpegangan pada pahaku menyebabkan reaksi pada
penisku, apalagi jika mengerem pada lampu merah aku merasa ada sesuatu
yang empuk menekan dari belakang.


Sampai dirumahnya yang agak berjauhan dengan rumah-rumah yang lain
aku disuruh masuk dulu. Dan ketika sudah duduk di sofa empuk Bu Asmi
bicara

"ibu ganti baju dulu ya ko "
setelah itu ia masuk kamar dan menutup pintu mungkin karna kurang
rapat sehingga pintu itu terbuka lagi sedikit. Entah setan mana yang
masuk kekepala ku sehingga aku memberanikan diri untuk mengintip ke
dalam. Di dalam sana aku bisa melihat bagaimana Bu Asmi sedang membuka
satu persatu kancing bajunya dan setelah kancing terakhir ia tidak
langsung menanggalkan bajunya, tapi itu sudah cukup membuat napasku
membuat nafasku memburu karna kau bisa melihat kalau sepasang dadanya
yang besar seperti hendak melompat keluar. Karna terlalu asyik pintu
itupun terbuka lebar. Aku kaget dan hanya bisa mematung karna
ketakutan. Bahkan penisku langsung mengkerut.



Melihat aku, Bu Asmi tidak terlihat kaget dan tetap membiarkan bajunya terbuka. Setelah itu ia mendekati aku

" kamu sering ngeliat BH ibu kan " tanyanya didekat telingaku

" i..iya Bu " jawabku ketakutan.

" kalau gitu ibu kasih kamu hukuman " lalu ia menarikku dan didudukkan ditepi tempat tidur.

" sekarang kamu baring tutup mata dan jangan gerak kalo teriak boleh aja " katanya dengan suara nafas yang agak memburu.
Aku pun menurut karna merasa bersalah. Lalu ia membuka retsleting
celana sekolahku menurunkan CDnya dan mengelus-elus penisku dengan
lembut, setelah penisku tegak lagi dia berjongkok dan menjilatinya.

"auh.. uh.. uuh .." rintihku menahan kenikmatan semantara Bu Asmi sibuk dengan aktivitasnya

"ah .. mmhh.. Bu stop bu" rintihku karna aku merasa seperti mau meledak
Dia tak menjawab, malah semakin hebat menyedot penisku. Tubuhku
semakin mengejang dan tanpa bisa kubendung lagi, muncratlah cairan
putih itu dan aku langsung terduduk sambil berpegangan pada tepi
ranjang.


Rasanya seperti sedang melayang, ia telan habis spermaku sementara
aku masih terduduk kaku, malu takut dan senang bercampur jadi satu. Bu
Asmi lalu berdiri dan tersenyum

"gimana..lebih enak dari pada cuman liat khan..?" sambil kedua tangannya menjambak rambutku

"iya Bu enak sekali" jawabku mulai berani sambil ikut berdiri.
Setelah wajah kami berhadapan ia menciumku dengan lembut, lalu
membimbingku duduk ditempat tidur. Kami berpelukan dan Asmi kembali
menciumku, lalu melumat bibirku sementara tangannya menanggalkan
seluruh pakaian ku, dengan tangkas aku mengimbangi gerakan tangan itu
sehingga akhirnya kami sama sama tanpa pakaian. Bedanya aku telanjang
bulat sementara Asmi masih memakai BH hitamnya karna memang sengaja tak
ku lepas.


Asmi melepaskan ciuman dibibirku lalu mengarahkan kepala ku kebawah
yaitu payudaranya, aku segera melepas BH nya dan mulai meremas-remas
dadanya, sekali-sekali aku puntir putingnya sehingga ia melenguh
panjang. Puas meraba aku lalu menyapu seluruh dadanya dengan lidahku
dan menyedot ujung putingnya sambil digigit-gigit sedikit. Hasilnya
hebat sekali Asmi bergoyang sambil meracau dengan kata-kata yang tak
jelas. Setelah itu Asmi berdiri sehingga aku berhadapan dengan
vaginanya, wangi yang baru pernah kucium itu membuatku bertambah panas
sehingga kujilati semua permukaan vaginanya yang sudah banjir itu.


Setelah itu Asmi merebahkan diri di ranjang tangannya mendekap
kepalaku pahanya dibuka. Sehingga memudahkan aku menjilat dan
memasukkan lidahku kedalam vaginanya dan menggigit-gigit bagian daging
yang merah jambu. Sehingga tubuh Asmi semakin mengejang hebat

"sshh.. aahh.. terus ko" pintanya diikuti desah nafasnya.

Sekitar lima menit ku sapu vaginaya aku melepaskan dekapan pada kepalaku dan kembali mengulum bibirnya. Ia lalu meraih penisku
"masukkan ya ko udah gak tahan" katanya dengan terengah dan
membimbing penisku menerobos goa miliknya yang tek pernah lagi
merasakan penis semenjak suaminya meninggal.

Aku merasakan kenikmatan yang kebih hebat dibandingkan saat dimasukkan kemulutnya.
"slep..slep..slep" kuputar-putar didalam sambil mengikuti goyangan
pantat Asmi. sambil kupompa bibir kami terus berperang dan tanganku
meraba dan meremas payudaranya dan sekali kali memuntir putingnya.

"uh..ah..mm..ssh..terus ko..mmh" desahnya sambil meremas pantatku.
Penisku terasa semakin menegang dan vaginanya semakin hebat
berdenyut memijit penisku, tak terasa sudah sepuluh menit kami
"bergoyang".

"ooh ..mmh.. ah udah gak kuat.. biarin aja di situ ko mmh .." rintih Asmi terpejam.

Akupun semakin memperdalam tusukanku dan mempercepat tempo karna juga merasakan sesuatu yang akan keluar.

"sshh..aarrgghh" jeritnya sambil mencengkram punggungku,

"aahh..aahh" desahku pada saat yang bersamaan sambil mulutku menyedot kedua puting susunya kuat-kuat secara bergantian.
Air maniku muncrat bertepatan dengan air hangat yang terasa
memandikan penisku didalam vaginanya.Kami menikmati puncak orgasme
sampai betul-betul habis, baru aku mencabut penisku setelah sangat
lelah dan bebaring di sebelahnya sambil meremas dadanya pelan-pelan.



Kemudian dia menindihku dari atas dan bertanya "gimana hukuman dari aku ko ..?"

"enak Bu hukuman terenak didunia makasih ya"
"ibu yang terima kasih udah lama ibu bendung hasrat, hari ini dan
seterusnya ibu akan tumpahkan kekamu semuanya" sambil mencium ku.


Setelah istirahat beberapa waktu kami kembali melanjutkan aktivitas
itu tentu saja dengan tehnik dan gaya yang berbeda-beda. Tak terhitung
berapa kali aku melakukannya sewaktu SMA yang jelas jika aku pulang
kesana pasti kami melakukan lagi dan lagi.



TAMAT
Sambungan dari bagian 01

Karena kelelahanku yang sangat menguasai seluruh jaringan tubuhku, aku
benar-benar mampu tertidur dengan pulas dan tenang. Entah sudah berapa
lama aku tertidur pulas, yang jelas saat kubangun udara dingin segera
menyergapku. Sial. Aku sadar, ini di desa dekat Merapi, tentu saja
dingin. Tidak berapa lama jam dinding berdentang lima sampai enam kali.
Jam enam pagi..! Dengan agak malas aku beranjak berdiri, tetapi tidak
kulihat Tante Yus ada di kamar ini. Sepi dan kosong. Dimana dia..? Aku
terus mencoba ingin tahu. Dalam keadaan bugil ini, aku melangkah
mendekati meja lampu. Secarik kertas kutemukan dengan tulisan dari
tangan Tante Yustina.



Andrew sayang, Tante kudu buru-buru ke Jakarta pagi ini. Udah
dijemput. Ada pameran di sana. Tolong jaga rumah dan Vivi. Ttd, Yustina.




Aku menghela nafas dalam-dalam. Gila, setelah menikmati diriku, dia
minggat. Tetapi tidak apa-apa, aku dapat beristirahat total di sini,
ditemani Vivi. Eh, tapi dimana dia..? Aku segera mengambil selembar
handuk putih kecil yang segera kulilitkan pada tubuh bawahku. Tanpa
membuang waktu lagi aku segera menyusuri rumah, dari ruang ke ruang
dari kamar ke kamar. Tetapi sosok bocah SD itu tidak kelihatan sama
sekali. Aku hampir putus asa, tetapi mendadak aku mendengar suara
gemericik air pancuran dari kamar mandi ruang tamu di depan sana. Vivi.
Ya itu pasti dia. Aku segera memburu.


Kubuka pintu kamar tamu yang luas dan asri ini. Benar. Kulihat
pintu kamar mandinya tidak ditutup, ada bayangan orang di situ yang
sedang mandi sambil bernyanyi melagukan Westlife. Edan, anak SD
nyanyinya begitu. Aku hanya tersenyum saja. Perlahan aku mendekati
gawang pintu. Aku seketika hanya menelan ludahku sendiri. Vivi berdiri
membelakangiku masih asyik bergoyang-goyang sambil menggosok seluruh
tubuhnya yang telanjang bulat itu dengan sabun. Rambut panjangnya
tumbuh lurus dan hitam sebatas pinggang. Berkulit kuning langsat dan
nampaknya halus sekali. Kusadari dia telah tumbuh lebih dewasa.


Air shower masih menyiraminya dengan hangat. Pantatnya sungguh
indah bergerak-gerak penuh gairah. Hanya aku belum lihat buah dadanya.
Tanpa kuduga, Vivi membalikkan badannya. Aku yang melamun, seketika
terkejut bukan main, takut dan khawatir membuatnya kaget lalu marah
besar. Ternyata tidak.

"Mas..? Mas Andrew..?" bertanya Vivi tidak percaya dengan wajah senang bercampur kaget.
Aku hanya menghela nafas lega. Dapat kuperhatikan kini, buah
dadanya Vivi telah tumbuh cukup besar. Puting-putingnya hitam memerah
kelam dan tampak menonjol indah. Kira-kira buah dadanya ya, sekitar
seperti tutup gelas itu. Seperti belum tumbuh, tetapi kok terlihat
sudah memiliki daging menonjolnya. Sedangkan rambut kemaluannya sama
sekali belum tumbuh. Masih bersih licin.



"Hai vivi, apa kabarnya..?" tanyaku mendekat.
Vivi hanya tersenyum, "Masih ingat ketika kita renang bersama di
rumahku dulu..? Kita berdua kan..? Hmm..?" sambungku meraih bahunya.

Air terus menyirami tubuhnya, dan kini juga tubuhku. Vivi mengangguk ingat.

"Ya. Ngg.., bagaimana kalau kita mandi bareng lagi Mas. Vivi kangen.. Mas andrew.. ouh..!" ujarnya memeluk pinggangku.

Aku mengangkut tubuhnya yang setinggi dadaku ini dengan erat.

"Tentu saja, yuk..!"



Aku menurunkan Vivi.

"Kapan Mas datangnya..?"

"Tadi malam. Vivi lagi tidur ya..?"

"Hm.. Mh..!"
Aku melepas handukku yang kini basah. Saat kulepas handukku, Vivi
tampak kaget melihat rambut kemaluanku yang tumbuh rapih. Segera saja
tangannya menjamah buah kemaluan dan bantang kejantananku.

"Ouh.., Mas sudah punya rambut lebat ya. Vivi belum Mas..," ujarnya sambil memperhatikan vaginanya yang kecil.

Tentu saja aku jadi geli, batang kemaluanku diraba-raba dan ditimang-timang jemari tangan mungil Vivi yang nakal ini.


"Itu karena Vivi masih kecil. Nanti pasti juga memiliki rambut
kemaluan. Hmm..?" ucapku sambil membelai wajahnya yang manis sekali.

Vivi hanya tersipu. Sialnya, aku kini jadi kian geli saat Vivi menarik-narik batang kejantananku dengan candanya.

"Ihh.., kenyal sekali.. ouh.., seperti belalai ya Mas..!"

Aku jadi terangsang. Gila.

"Belalai ini bisa akan jadi tumbuh besar dan panjang lho. Vivi mau lihat..?"

"Iya Mas.., gimana tuh..?"
"Vivi mesti mengulum, menghisap-hisap dan menyedotnya dengan kuat
sekali batang zakar ini. Gimana..? Enak kok..!" kataku merayu dengan
hati yang berdebar-debar kencang.
Vivi sejenak berpikir, lalu tanpa menoleh ke arahku lagi, dia
memasukkan ujung batang kejantananku ke dalam mulutnya. Wow..! Gadis
kecil ini langsung melakukan perintahku, lebih-lebih aku mengarahkan
juga untuk mengocok-ngocok batang kemaluanku ini, Vivi menurut saja,
dia malah kegirangan senang sekali. Dianggapnya batang ku adalah barang
mainan baginya.



"Iya Mas. Tambah besar sekali dan panjang..!" serunya kembali melumat-lumatkan batang kejantananku dan mengocok keras batangnya.
Sekarang Vivi kuajari lagi untuk meremas buah kemaluanku. Aku
membayangkan semua itu bahwa Tante Yus yang melakukan. Indah sekali
sensasinya. Tetapi nyatanya aku tengah dipompa nafsu seksku dari bocah
cilik ini. Edan, sepupuku lagi. Tetapi apa boleh buat. Aku lagi kebelet
sekali kini. Yang ada hanyalah Vivi yang lugu dan bodoh tetapi
mengasyikan sekali. Batang kejantananku kini benar-benar telah tumbuh
sempurna keras dan panjangnya. Vivi kian senang. Aku kian tidak tahan.



"Teruskan Vi, teruskan.. ya.., ya.. lebih keras dan kenceng.. lakukanlah Sayang..!" perintahku sambil mengerang-erang.

Setelah hampir lima belas menit kemudian, air maniku muncrat tepat di dalam mulut Vivi yang tengah menghisap batang kemaluanku.

"Creet.. croot.. creet.. cret..!"

"Hup.. mhHP..!" teriak kaget Vivi mau melepaskan batang kemaluanku.

Tetapi secepat itu pula dia kutahan untuk tetap memasukkan batang kemaluanku di dalam mulutnya.
"Telan semua spermanya Vi. Itu namanya sperma. Enak sekali kok,
bergizi tinggi. Telan semuanya, ya.. yaa.. begitu.. terus bersihkan
sisa-sisanya dari batangnya Mas..!" perintahku yang dituruti dengan
sedikit enggan.

Tetapi lama kelamaan Vivi tampak keasyikan mencari-cari sisa air maniku.
"Enak sekali Mas. Tapi kental dan baunya, hmm.., seperti air tajin
saat Mama nanak nasi..! Enak pokoknya..! Lagi dong Mas, keluarkan
spermanya..!"

Gila. Gila betul. Aku masih mencoba mengatur jalannya nafasku, Vivi minta spermaku lagi..? Edan anak ini.



"Baik, tapi kini Vivi ikuti perintahku ya..! Nanti tambah asyik, tapi sakit. Gimana..?"

"Kalau enak dan asyik, mauh. Nggak papa sakit dikit. Tapi spermanya ada lagi khan..?"
Aku mengangguk. Vivi mulai kubaringkan sambil kubuka kedua belahan
pahanya yang mulus itu untuk melingkari di pinggangku. Vivi
memperhatikan saja. Air dari shower masih mengucuri kami dengan dingin
setelah tadi sempat kuganti ke arah cool.
"Auuh, aduh.. Mas..!" teriak vivi kaget saat aku memasukkan batang
kejantananku ke dalam liang vaginanya yang jelas-jelas sangat sempit
itu.
Tetapi aku tidak perduli lagi. Kukocok vagina Vivi dengan deras
dan kencang sambil kuremas-remas buah dadanya yang kecil, serta
menarik-narik puting-puting buah dadanya dengan gemas sekali. Vivi
semakin menjerit-jerit kesakitan dan tubuhnya semakin
menggerinjal-gerinjal hebat.
"Sakiit.. auuh Mas.., Mas hentikan saja.. sakiit, perih sekali
Mas, periihh.. ouuh akkh.. aouuhkk..!" menjerit-jerit mulut manisnya
itu yang segera saja kuredam dengan melumat-lumat mulutnya.



"Blesep.. blesep.. slebb..!" suara persetubuhkan kami kian indah dengan siraman shower di atas kami.
Aku semakin edan dan garang. Gerakan tubuhku semakin kencang dan
cepat. Dapat kurasakan gesekan batang kemaluanku yang berukuran raksasa
ini mengocok liang vaginan Vivi yang super rapat sempitnya. Dari posisi
ini, aku ganti dengan posisi Vivi yang menungging, aku menyodok
vaginanya dari belakang. Lalu ke posisi dia kupangku, sedangkan aku
yang bergerak mengguncangkan tubuhnya naik, lalu kuterima dengan
menikam ke atas menyambut vaginanya yang melelehkan darah.



"Tidak Mass.. ouh sakit.. uhhk.. huuk.. ouhh.. sakiit..!" tangisnya sejadi-jadinya.
Tetapi aku tidak perduli, sepuluh posisi kucobakan pada tubuh bugil
mungil Vivi. Bahkan Vivi nyaris pingsan. Tetapi disaat gadis itu hendak
pingsan, puncak ejakulasiku datang.

"Creet.. croot.. sreet.. crreet..!" muncratnya air mani yang memenuhi liang vaginanya Vivi bercampur dengan darahnya.
Vivi jatuh pingsan. Aku hanya mengatur nafasku saja yang tidak
karuan. Lemas. Vivi pingsan saat aku memasangkan kembali batang
kemaluanku ke posisi dia, kugendong di depan dengan dadanya merapat
pada dadaku. Pelan-pelan kujatuh menggelosor ke bawah dengan batang
kemaluanku yang masih menancap erat di vaginanya.



Itulah pengalamanku dengan Tante Yus dan putrinya Vivi yang keduanya memang binal itu. Teriring salam untuk Vivi.



TAMAT

Ganasnya Tanteku, binalnya sepupuku - 1

Sesaat
lamanya aku hanya berdiri di depan pintu gerbang sebuah rumah mewah
tetapi berarsitektur gaya Jawa kuno. Hampir separuh bagian rumah di
depanku itu adalah terbuat dari kayu jati tua yang super awet. Di depan
terdapat sebuah pendopo kecil dengan lampu gantung kristalnya yang
antik. Lantai keramik dan halaman yang luas dengan pohon-pohon
perindangnya yang tumbuh subur memayungi seantero lingkungannya. Aku
masih ingat, di samping rumah berlantai dua itu terdapat kolam ikan
Nila yang dicampur dengan ikan Tombro, Greskap, dan Mujair. Sementara
ikan Geramah dipisah, begitu juga ikan Lelenya. Dibelakang sana masih
dapat kucium adanya peternakan ayam kampung dan itik. Tante Yustina
memang seorang arsitek kondang dan kenamaan.


Enam tahun aku tinggal di sini selama sekolah SMU sampai D3-ku,
sebelum akhirnya aku lulus wisuda pada sebuah sekolah pelayaran yang
mengantarku keliling dunia. Kini hampir tujuh tahun aku tidak
menginjakkan kakiku di sini. Sama sekali tidak banyak perubahan pada
rumah Tante Yus. Aku bayangkan pula si Vivi yang dulu masih umur lima
tahun saat kutinggalkan, pasti kini sudah besar, kelas enam SD.


Kulirik jarum jam tanganku, menunjukkan pukul 23:35 tepat. Masih
sesaat tadi kudengar deru lembut taksi yang mengantarku ke desa Kebun
Agung, sleman yang masih asri suasana pedesaannya ini. Suara jangkrik
mengiringi langkah kakiku menuju ke pintu samping. Sejenak aku
mencari-cari dimana dulu Tante Yus meletakkan anak kuncinya. Tanganku
segera meraba-raba ventilasi udara di atas pintu samping tersebut.
Dapat. Aku segera membuka pintu dan menyelinap masuk ke dalam.


Sejenak aku melepas sepatu ket dan kaos kakinya. Hmm, baunya harum
juga. Hanya remang-remang ruangan samping yang ada. Sepi. Aku terus
saja melangkah ke lantai dua, yang merupakan letak kamar-kamar tidur
keluarga. Aku dalam hati terus-menerus mengagumi figur Tante Yus. Walau
hidup menjada, sebagai single parents, toh dia mampu mengurusi rumah
besar karyanya sendiri ini. Lama sekali kupandangi foto Tante Yus dan
Vivi yang di belakangnya aku berdiri dengan lugunya. Aku hanya
tersenyum.


Kuperhatikan celah di bawah pintu kamar Vivi sudah gelap. Aku terus
melangkah ke kamar sebelahnya. Kamar tidur Tante Yus yang jelas sekali
lampunya masih menyala terang. Rupanya pintunya tidak terkunci. Kubuka
perlahan dan hati-hati. Aku hanya melongo heran. Kamar ini kosong
melompong. Aku hanya mendesah panjang. Mungkin Tante Yus ada di ruang
kerjanya yang ada di sebelah kamarnya ini. Sebentar aku menaruh tas
ransel parasit dan melepas jaket kulitku. Berikutnya kaos oblong Jogja
serta celana jeans biruku. Kuperhatikan tubuhku yang hitam ini kian
berkulit gelap dan hitam saja. Tetapi untungnya, di tempat kerjaku pada
sebuah kapal pesiar itu terdapat sarana olah raga yang komplit,
sehingga aku kian tumbuh kekar dan sehat.


Tidak perduli dengan kulitku yang legam hitam dengan rambut-rambut
bulu yang tumbuh lebat di sekujur kedua lengan tangan dan kakiku serta
dadaku yang membidang sampai ke bawahnya, mengelilingi pusar dan terus
ke bawah tentunya. Air. Ya aku hanya ingin merasakan siraman air shower
dari kamar mandi Tante Yus yang bisa hangat dan dingin itu.

Aku hendak melepas cawat hitamku saat kudengar sapaan yang sangat kukenal itu dari belakangku, "Andrew..? Kaukah itu..?"


Aku segera memutar tubuhku. Aku sedikit terkejut melihat penampilan
Tante Yus yang agak berbeda. Dia berdiri termangu hanya mengenakan
kemeja lengan panjang dan longgar warna putih tipis tersebut dengan dua
kancing baju bagian atasnya yang terlepas. Sehingga aku dapat melihat
belahan buah dadanya yang kuakui memang memiliki ukuran sangat besar
sekali dan sangat kencang, serta kenyal. Aku yakin, Tante Yus tidak
memakai BH, jelas dari bayangan dua bulatan hitam yang samar-samar
terlihat di ujung kedua buah dadanya itu. Rambutnya masih lebat
dipotong sebatang bahunya. Kulit kuning langsat dan bersih sekali
dengan warna cat kukunya yang merah muda.


"Ngg.., selamat malam Tante Yus.. maaf, keponakanmu ini datang dan
untuk berlibur di sini tanpa ngebel dulu. Maaf pula, kalau tujuh tahun
lamanya ini tidak pernah datang kemari. Hanya lewat surat, telpon,
kartu pos, e-mail.., sekali lagi, saya minta maaf Tante. Saya sangat
merindukan Tante..!" ucapku sambil kubiarkan Tante Yus mendekatiku
dengan wajah haru dan senangnya.
"Ouh Andrew.. ouh..!" bisik Tante Yus sambil menubrukku dan
memelukku erat-erat sambil membenamkan wajahnya pada dadaku yang
membidang kasar oleh rambut.
Aku sejenak hanya membalas pelukannya dengan kencang pula,
sehingga dapat kurasakan desakan puting-puting dua buah dadanya Tante
Yus.


"Kau pikir hanya kamu ya, yang kangen berat sama Tante, hmm..?
Tantemu ini melebihi kangennya kamu padaku. Ngerti nggak..? Gila kamu
Andrew..!" imbuhnya sambil memandangi wajahku sangat dekat sekali
dengan kedua tangannya yang tetap melingkarkan pada leherku, sambil
kemudian memperhatikan kondisi tubuhku yang hanya bercawat ini.

Tante Yustina tersenyum mesra sekali. Aku hanya menghapus air matanya. Ah Tante Yus..

"Ya, untuk itulah aku minta maaf pada Tante.."
"Tentu saja, kumaafkan.." sahutnya sambil menghela nafasnya tanpa
berkedip tetap memandangiku, "Kamu tambah gagah dan ganteng Andrew.
Pasti di kapal, banyak crew wanita yang bule itu jatuh cinta padamu.
Siapa pacarmu, hmm..?"
"Belum punya Tan. Aku masih nabung untuk membina rumah tangga
dengan seorang, entah siapa nanti. Untuk itu, aku mau minta Tante
bikinkan aku desain rumah.."

"Bayarannya..?" tanya Tante Yus cepat sambil menyambar mulutku dengan bibir tipis Tante Yus yang merah.


Aku terkejut, tetapi dalam hati senang juga. Bahkan tidak kutolak
Tante Yus untuk memelukku terus menerus seperti ini. Tapi sialnya,
batang kemaluanku mulai merinding geli untuk bangkit berdiri. Padahal
di tempat itu, perut Tante Yus menekanku. Tentu dia dapat merasakan
perubahan kejadiannya.

"Aku.. ngg.."
"Ahh, kamu Andrew. Tante sangat kangen padamu, hmm.. ouh Andrew..
hmm..!" sahut Tante Yus sambil menerkam mulutku dengan bibirnya.
Aku sejenak terkejut dengan serbuan ganas mulut Tante Yus yang
kian binal melumat-lumat mulutku, mendasak-desaknya ke dalam dengan
buas. Sementara jemari kedua tangannya menggerayangi seluruh bagian
kulit tubuhku, terutama pada bagian punggung, dada, dan selangkanganku.
Tidak karuan lagi, aku jadi terangsang. Kini aku berani membalas ciuman
buas Tante Yus. Nampaknya Tante Yus tidak mau mengalah, dia bahkan
tambah liar lagi. Kini mulut Tante Yus merayap turun ke bawah,
menyusuri leherku dan dadaku. Beberapa cupangan yang meninggalkan warna
merah menghiasi pada leher dan dadaku. Kini dengan liar Tante Yus
menarik cawatku ke bawah setelah jongkok persis di depan selangkanganku
yang sedikit terbuka itu. Tentu saja, batang kemaluanku yang sebenarnya
telah meregang berdiri tegak itu langsung memukul wajahnya yang cantik
jelita.


"Ouh, gila benar. Tititmu sangat besar dan kekar, An. Ouh.. hmm..!"
seru bergairah Tante Yus sambil memasukkan batang kejantananku ke dalam
mulutnya, dan mulailah dia mengulum-ngulum, yang seringkali dibarengi
dengan mennyedot kuat dan ganas.
Sementara tangan kanannya mengocok-ngocok batang kejantananku,
sedang jemari tangan kirinya meremas-remas buah kemaluanku. Aku hanya
mengerang-ngerang merasakan sensasi yang nikmat tiada taranya.
Bagaimana tidak, batang kemaluanku secara diam-diam di tempat kerjaku
sana, kulatih sedemikian rupa, sehingga menjadi tumbuh besar dan
panjang. Terakhir kuukur, batang kejantanan ini memiliki panjang 25
sentimeter dengan garis lingkarnya yang hampir 20 senti. Rambut
kemaluan sengaja kurapikan.


Tante Yus terus menerus masih aktif mengocok-ngocok batang
kemaluanku. Remasan pada buah kemaluanku membuatku merintih-rintih
kesakitan, tetapi nikmat sekali. Bahkan dengan gilanya Tante Yus
kadangkala memukul-mukulkan batang kemaluanku ini ke seluruh permukaan
wajahnya. Aku sendiri langsung tidak mampu menahan lebih lama puncak
gairahku. Dengan memegangi kepala Tante Yus, aku menikam-nikamkan
batang kejantananku pada mulut Tante Yus. Tidak karuan lagi, Tante Yus
jadi tersendak-sendak ingin muntah atau batuk. Air matanya malah telah
menetes, karena batang kejantananku mampu mengocok sampai ke
tenggorokannya.


Pada satu kesempatan, aku berhasil mencopot kemejanya. Aku sangat
terkejut saat melihat ukuran buah dadanya. Luar biasa besarnya.
Keringat benar-benar telah membasahi kedua tubuh kami yang sudah tidak
berpakaian lagi ini. Dengan ganas, kedua tangan Tante Yus kini
mengocok-ngocok batang kemaluanku dengan genggamannya yang sangat erat
sekali. Tetapi karena sudah ada lumuran air ludah Tante Yus, kini jadi
licin dan mempercepat proses ejakulasiku.

"Croot.. cret.. croot.. creet..!" menyemprot air maniku pada mulut Tante Yus.
Saat spremaku muncrat, Tante Yus dengan lahap memasukkan batang
kemaluanku kembali ke dalam mulutnya sambil mengurut-ngurutnya,
sehingga sisa-sisa air maniku keluar semua dan ditelan habis oleh Tante
Yus.



"Ouhh.. ouh.. auh Tante.. ouh..!" gumamku merasakan gairahku yang indah ini dikerjai oleh Tante Yus.
"Hmm.. Andrew.. ouh, banyak sekali air maninya. Hmm.., lezaat
sekali. Lezat. Ouh.. hmm..!" bisik Tante Yus menjilati seluruh bagian
batang kemaluanku dan sisa-sisa air maninya.

Sejenak aku hanya mengolah nafasku, sementara Tante Yus masih mengocok-ngocok dan menjilatinya.
"Ayo, Andrew.. kemarilah Sayang.., kemarilah Baby..!" pintanya
sambil berbaring telentang dan membuka kedua belah pahanya lebar-lebar.


Aku tanpa membuang waktu lagi, terus menyerudukkan mulutku pada
celah vagina Tante Yus yang merekah ingin kuterkam itu. Benar-benat
lezat. Vagina Tante Yus mulai kulumat-lumat tanpa karuan lagi,
sedangkan lidahku menjilat-jilat deras seluruh bagiang liang vaginanya
yang dalam. Berulang kali aku temukan kelentitnya lewat lidahku yang
kasar. Rambut kemaluan Tante Yus memang lebat dan rindang. Cupangan
merah pun kucap pada seluruh bagian daging vagina Tante Yus yang
menggairahkan ini. Tante Yus hanya menggerinjal-gerinjal kegelian dan
sangat senang sekali nampaknya. Kulirik tadi, Tante Yus terus-menerus
melakukan remasan pada buah dadanya sendiri sambil sesekali memelintir
puting-putingnya. Berulang kali mulutnya mendesah-desah dan menjerit
kecil saat mulutku menciumi mulut vaginanya dan menerik-narik daging
kelentitnya.



"Ouh Andrew.. lakukan sesukamu.. ouh.., lakukan, please..!" pintanya mengerang-erang deras.
Selang sepuluh menit kemuadian, aku kini merayap lembut menuju
perutnya, dan terus merapat di seluruh bagian buah dadanya. Dengan
ganas aku menyedot-nyedot puting payudaranya. Tetapi air susunya sama
sekali tidak keluar, hanya puting-puting itu yang kini mengeras dan
memanjang membengkak total. Di buah dadanya ini pula aku melukiskan
cupanganku banyak sekali. Berulang kali jemariku memilin-milin gemas
puting-puting susu Tante Yus secara bergantian, kiri kanan. Aku kini
tidak tahan lagi untuk menyetubuhi Tanteku. Dengan bergegas, aku
membimbing masuk batang kemaluanku pada liang vaginanya.


"Ooouhkk.. yeaah.. ayoo.. ayoo.. genjot Andrew..!" teriak Tante Yus
saat merasakan batang kejantananku mulai menikam-nikam liar mulut
vaginanya.
Sambil menopang tubuhku yang berpegangan pada buah dadanya, aku
semakin meningkatkan irama keluar masuk batang kemaluanku pada vagina
Tante Yus. Wanita itu hanya berpegangan pada kedua tanganku yang sambil
meremas-remas kedua buah dadanya.

"Blesep.. sleep.. blesep..!" suara senggama yang sangat indah mengiringi dengan alunan lembut.

Selang dua puluh menit puncak klimaks itu kucapai dengan sempurna, "Creet.. croot.. creet..!"

"Ouuhhkk.. aoouhkk.. aahhk..," seru Tante Yus menggelepar-gelepar lunglai.

"Tante.. ouhh..!" gumamku merasakan keletihanku yang sangat terasa di seluruh bagian tubuhku.

Dengan batang kemaluan yang masih tetap menancap erat pada vagiana Tante Yus, kami jatuh tertidur. Tante Yus berada di atasku.



Bersambung ke bagian 02