Kamis, 19 November 2009

Ganasnya Tanteku, binalnya sepupuku - 1

Sesaat
lamanya aku hanya berdiri di depan pintu gerbang sebuah rumah mewah
tetapi berarsitektur gaya Jawa kuno. Hampir separuh bagian rumah di
depanku itu adalah terbuat dari kayu jati tua yang super awet. Di depan
terdapat sebuah pendopo kecil dengan lampu gantung kristalnya yang
antik. Lantai keramik dan halaman yang luas dengan pohon-pohon
perindangnya yang tumbuh subur memayungi seantero lingkungannya. Aku
masih ingat, di samping rumah berlantai dua itu terdapat kolam ikan
Nila yang dicampur dengan ikan Tombro, Greskap, dan Mujair. Sementara
ikan Geramah dipisah, begitu juga ikan Lelenya. Dibelakang sana masih
dapat kucium adanya peternakan ayam kampung dan itik. Tante Yustina
memang seorang arsitek kondang dan kenamaan.


Enam tahun aku tinggal di sini selama sekolah SMU sampai D3-ku,
sebelum akhirnya aku lulus wisuda pada sebuah sekolah pelayaran yang
mengantarku keliling dunia. Kini hampir tujuh tahun aku tidak
menginjakkan kakiku di sini. Sama sekali tidak banyak perubahan pada
rumah Tante Yus. Aku bayangkan pula si Vivi yang dulu masih umur lima
tahun saat kutinggalkan, pasti kini sudah besar, kelas enam SD.


Kulirik jarum jam tanganku, menunjukkan pukul 23:35 tepat. Masih
sesaat tadi kudengar deru lembut taksi yang mengantarku ke desa Kebun
Agung, sleman yang masih asri suasana pedesaannya ini. Suara jangkrik
mengiringi langkah kakiku menuju ke pintu samping. Sejenak aku
mencari-cari dimana dulu Tante Yus meletakkan anak kuncinya. Tanganku
segera meraba-raba ventilasi udara di atas pintu samping tersebut.
Dapat. Aku segera membuka pintu dan menyelinap masuk ke dalam.


Sejenak aku melepas sepatu ket dan kaos kakinya. Hmm, baunya harum
juga. Hanya remang-remang ruangan samping yang ada. Sepi. Aku terus
saja melangkah ke lantai dua, yang merupakan letak kamar-kamar tidur
keluarga. Aku dalam hati terus-menerus mengagumi figur Tante Yus. Walau
hidup menjada, sebagai single parents, toh dia mampu mengurusi rumah
besar karyanya sendiri ini. Lama sekali kupandangi foto Tante Yus dan
Vivi yang di belakangnya aku berdiri dengan lugunya. Aku hanya
tersenyum.


Kuperhatikan celah di bawah pintu kamar Vivi sudah gelap. Aku terus
melangkah ke kamar sebelahnya. Kamar tidur Tante Yus yang jelas sekali
lampunya masih menyala terang. Rupanya pintunya tidak terkunci. Kubuka
perlahan dan hati-hati. Aku hanya melongo heran. Kamar ini kosong
melompong. Aku hanya mendesah panjang. Mungkin Tante Yus ada di ruang
kerjanya yang ada di sebelah kamarnya ini. Sebentar aku menaruh tas
ransel parasit dan melepas jaket kulitku. Berikutnya kaos oblong Jogja
serta celana jeans biruku. Kuperhatikan tubuhku yang hitam ini kian
berkulit gelap dan hitam saja. Tetapi untungnya, di tempat kerjaku pada
sebuah kapal pesiar itu terdapat sarana olah raga yang komplit,
sehingga aku kian tumbuh kekar dan sehat.


Tidak perduli dengan kulitku yang legam hitam dengan rambut-rambut
bulu yang tumbuh lebat di sekujur kedua lengan tangan dan kakiku serta
dadaku yang membidang sampai ke bawahnya, mengelilingi pusar dan terus
ke bawah tentunya. Air. Ya aku hanya ingin merasakan siraman air shower
dari kamar mandi Tante Yus yang bisa hangat dan dingin itu.

Aku hendak melepas cawat hitamku saat kudengar sapaan yang sangat kukenal itu dari belakangku, "Andrew..? Kaukah itu..?"


Aku segera memutar tubuhku. Aku sedikit terkejut melihat penampilan
Tante Yus yang agak berbeda. Dia berdiri termangu hanya mengenakan
kemeja lengan panjang dan longgar warna putih tipis tersebut dengan dua
kancing baju bagian atasnya yang terlepas. Sehingga aku dapat melihat
belahan buah dadanya yang kuakui memang memiliki ukuran sangat besar
sekali dan sangat kencang, serta kenyal. Aku yakin, Tante Yus tidak
memakai BH, jelas dari bayangan dua bulatan hitam yang samar-samar
terlihat di ujung kedua buah dadanya itu. Rambutnya masih lebat
dipotong sebatang bahunya. Kulit kuning langsat dan bersih sekali
dengan warna cat kukunya yang merah muda.


"Ngg.., selamat malam Tante Yus.. maaf, keponakanmu ini datang dan
untuk berlibur di sini tanpa ngebel dulu. Maaf pula, kalau tujuh tahun
lamanya ini tidak pernah datang kemari. Hanya lewat surat, telpon,
kartu pos, e-mail.., sekali lagi, saya minta maaf Tante. Saya sangat
merindukan Tante..!" ucapku sambil kubiarkan Tante Yus mendekatiku
dengan wajah haru dan senangnya.
"Ouh Andrew.. ouh..!" bisik Tante Yus sambil menubrukku dan
memelukku erat-erat sambil membenamkan wajahnya pada dadaku yang
membidang kasar oleh rambut.
Aku sejenak hanya membalas pelukannya dengan kencang pula,
sehingga dapat kurasakan desakan puting-puting dua buah dadanya Tante
Yus.


"Kau pikir hanya kamu ya, yang kangen berat sama Tante, hmm..?
Tantemu ini melebihi kangennya kamu padaku. Ngerti nggak..? Gila kamu
Andrew..!" imbuhnya sambil memandangi wajahku sangat dekat sekali
dengan kedua tangannya yang tetap melingkarkan pada leherku, sambil
kemudian memperhatikan kondisi tubuhku yang hanya bercawat ini.

Tante Yustina tersenyum mesra sekali. Aku hanya menghapus air matanya. Ah Tante Yus..

"Ya, untuk itulah aku minta maaf pada Tante.."
"Tentu saja, kumaafkan.." sahutnya sambil menghela nafasnya tanpa
berkedip tetap memandangiku, "Kamu tambah gagah dan ganteng Andrew.
Pasti di kapal, banyak crew wanita yang bule itu jatuh cinta padamu.
Siapa pacarmu, hmm..?"
"Belum punya Tan. Aku masih nabung untuk membina rumah tangga
dengan seorang, entah siapa nanti. Untuk itu, aku mau minta Tante
bikinkan aku desain rumah.."

"Bayarannya..?" tanya Tante Yus cepat sambil menyambar mulutku dengan bibir tipis Tante Yus yang merah.


Aku terkejut, tetapi dalam hati senang juga. Bahkan tidak kutolak
Tante Yus untuk memelukku terus menerus seperti ini. Tapi sialnya,
batang kemaluanku mulai merinding geli untuk bangkit berdiri. Padahal
di tempat itu, perut Tante Yus menekanku. Tentu dia dapat merasakan
perubahan kejadiannya.

"Aku.. ngg.."
"Ahh, kamu Andrew. Tante sangat kangen padamu, hmm.. ouh Andrew..
hmm..!" sahut Tante Yus sambil menerkam mulutku dengan bibirnya.
Aku sejenak terkejut dengan serbuan ganas mulut Tante Yus yang
kian binal melumat-lumat mulutku, mendasak-desaknya ke dalam dengan
buas. Sementara jemari kedua tangannya menggerayangi seluruh bagian
kulit tubuhku, terutama pada bagian punggung, dada, dan selangkanganku.
Tidak karuan lagi, aku jadi terangsang. Kini aku berani membalas ciuman
buas Tante Yus. Nampaknya Tante Yus tidak mau mengalah, dia bahkan
tambah liar lagi. Kini mulut Tante Yus merayap turun ke bawah,
menyusuri leherku dan dadaku. Beberapa cupangan yang meninggalkan warna
merah menghiasi pada leher dan dadaku. Kini dengan liar Tante Yus
menarik cawatku ke bawah setelah jongkok persis di depan selangkanganku
yang sedikit terbuka itu. Tentu saja, batang kemaluanku yang sebenarnya
telah meregang berdiri tegak itu langsung memukul wajahnya yang cantik
jelita.


"Ouh, gila benar. Tititmu sangat besar dan kekar, An. Ouh.. hmm..!"
seru bergairah Tante Yus sambil memasukkan batang kejantananku ke dalam
mulutnya, dan mulailah dia mengulum-ngulum, yang seringkali dibarengi
dengan mennyedot kuat dan ganas.
Sementara tangan kanannya mengocok-ngocok batang kejantananku,
sedang jemari tangan kirinya meremas-remas buah kemaluanku. Aku hanya
mengerang-ngerang merasakan sensasi yang nikmat tiada taranya.
Bagaimana tidak, batang kemaluanku secara diam-diam di tempat kerjaku
sana, kulatih sedemikian rupa, sehingga menjadi tumbuh besar dan
panjang. Terakhir kuukur, batang kejantanan ini memiliki panjang 25
sentimeter dengan garis lingkarnya yang hampir 20 senti. Rambut
kemaluan sengaja kurapikan.


Tante Yus terus menerus masih aktif mengocok-ngocok batang
kemaluanku. Remasan pada buah kemaluanku membuatku merintih-rintih
kesakitan, tetapi nikmat sekali. Bahkan dengan gilanya Tante Yus
kadangkala memukul-mukulkan batang kemaluanku ini ke seluruh permukaan
wajahnya. Aku sendiri langsung tidak mampu menahan lebih lama puncak
gairahku. Dengan memegangi kepala Tante Yus, aku menikam-nikamkan
batang kejantananku pada mulut Tante Yus. Tidak karuan lagi, Tante Yus
jadi tersendak-sendak ingin muntah atau batuk. Air matanya malah telah
menetes, karena batang kejantananku mampu mengocok sampai ke
tenggorokannya.


Pada satu kesempatan, aku berhasil mencopot kemejanya. Aku sangat
terkejut saat melihat ukuran buah dadanya. Luar biasa besarnya.
Keringat benar-benar telah membasahi kedua tubuh kami yang sudah tidak
berpakaian lagi ini. Dengan ganas, kedua tangan Tante Yus kini
mengocok-ngocok batang kemaluanku dengan genggamannya yang sangat erat
sekali. Tetapi karena sudah ada lumuran air ludah Tante Yus, kini jadi
licin dan mempercepat proses ejakulasiku.

"Croot.. cret.. croot.. creet..!" menyemprot air maniku pada mulut Tante Yus.
Saat spremaku muncrat, Tante Yus dengan lahap memasukkan batang
kemaluanku kembali ke dalam mulutnya sambil mengurut-ngurutnya,
sehingga sisa-sisa air maniku keluar semua dan ditelan habis oleh Tante
Yus.



"Ouhh.. ouh.. auh Tante.. ouh..!" gumamku merasakan gairahku yang indah ini dikerjai oleh Tante Yus.
"Hmm.. Andrew.. ouh, banyak sekali air maninya. Hmm.., lezaat
sekali. Lezat. Ouh.. hmm..!" bisik Tante Yus menjilati seluruh bagian
batang kemaluanku dan sisa-sisa air maninya.

Sejenak aku hanya mengolah nafasku, sementara Tante Yus masih mengocok-ngocok dan menjilatinya.
"Ayo, Andrew.. kemarilah Sayang.., kemarilah Baby..!" pintanya
sambil berbaring telentang dan membuka kedua belah pahanya lebar-lebar.


Aku tanpa membuang waktu lagi, terus menyerudukkan mulutku pada
celah vagina Tante Yus yang merekah ingin kuterkam itu. Benar-benat
lezat. Vagina Tante Yus mulai kulumat-lumat tanpa karuan lagi,
sedangkan lidahku menjilat-jilat deras seluruh bagiang liang vaginanya
yang dalam. Berulang kali aku temukan kelentitnya lewat lidahku yang
kasar. Rambut kemaluan Tante Yus memang lebat dan rindang. Cupangan
merah pun kucap pada seluruh bagian daging vagina Tante Yus yang
menggairahkan ini. Tante Yus hanya menggerinjal-gerinjal kegelian dan
sangat senang sekali nampaknya. Kulirik tadi, Tante Yus terus-menerus
melakukan remasan pada buah dadanya sendiri sambil sesekali memelintir
puting-putingnya. Berulang kali mulutnya mendesah-desah dan menjerit
kecil saat mulutku menciumi mulut vaginanya dan menerik-narik daging
kelentitnya.



"Ouh Andrew.. lakukan sesukamu.. ouh.., lakukan, please..!" pintanya mengerang-erang deras.
Selang sepuluh menit kemuadian, aku kini merayap lembut menuju
perutnya, dan terus merapat di seluruh bagian buah dadanya. Dengan
ganas aku menyedot-nyedot puting payudaranya. Tetapi air susunya sama
sekali tidak keluar, hanya puting-puting itu yang kini mengeras dan
memanjang membengkak total. Di buah dadanya ini pula aku melukiskan
cupanganku banyak sekali. Berulang kali jemariku memilin-milin gemas
puting-puting susu Tante Yus secara bergantian, kiri kanan. Aku kini
tidak tahan lagi untuk menyetubuhi Tanteku. Dengan bergegas, aku
membimbing masuk batang kemaluanku pada liang vaginanya.


"Ooouhkk.. yeaah.. ayoo.. ayoo.. genjot Andrew..!" teriak Tante Yus
saat merasakan batang kejantananku mulai menikam-nikam liar mulut
vaginanya.
Sambil menopang tubuhku yang berpegangan pada buah dadanya, aku
semakin meningkatkan irama keluar masuk batang kemaluanku pada vagina
Tante Yus. Wanita itu hanya berpegangan pada kedua tanganku yang sambil
meremas-remas kedua buah dadanya.

"Blesep.. sleep.. blesep..!" suara senggama yang sangat indah mengiringi dengan alunan lembut.

Selang dua puluh menit puncak klimaks itu kucapai dengan sempurna, "Creet.. croot.. creet..!"

"Ouuhhkk.. aoouhkk.. aahhk..," seru Tante Yus menggelepar-gelepar lunglai.

"Tante.. ouhh..!" gumamku merasakan keletihanku yang sangat terasa di seluruh bagian tubuhku.

Dengan batang kemaluan yang masih tetap menancap erat pada vagiana Tante Yus, kami jatuh tertidur. Tante Yus berada di atasku.



Bersambung ke bagian 02

Tidak ada komentar:

Posting Komentar