Kamis, 19 November 2009

Hadiah Spesial Buat Riniku - 2

Dari bagian 1

Tapi waktu, tempat dan kesempatan mempertemukan kami sehingga membuat
kehidupan saling mengisi dan malah sudah saling membutuhkan. Aku butuh
semangat dan gairah muda yang berkobar dari Rini sedangkan dia butuh
tempat berlindung yang kokoh dan teduh dari aku.. Klop deeh.



"Hei jangan nglamun," Rini mencubit pahaku ketika pelayan sudah berdiri tepat di depanku tapi aku tidak menghiraukannya.



"Oh oh.. Iya Mbak.. Es jeruk buat aku dan kelapa kopyor itu buat dia," aku memberitahu Mbak pelayan sambil menunjuk Rini.



"Om.. Kalau kali ini Rini minta sesuatu boleh nggak!"



"Kenapa tidak.. Kalau Om sanggup pasti Om kabulkan"



"Sebetulnya Rini mau memberikan satu hadiah spesial buat Om tapi sebelumnya Rini minta sesuatu dulu.. Gimana Om.""



"Ok nggak masalah",. Jawab ku sambil mempersilahkan dia minum.


"Rini tahu kok, Om nggak pernah mau ngerayain HUT Om, tapi kali ini
Rini minta untuk dirayakan sebagai hadiah juga buat Rini, kita rayain
ya!" Kulihat wajahnya sangat berharap.


Betul sekali, aku Mamang paling ntidak suka dengan yang namanya
pesta HUT gitu, jadi wajar saja kalau aku lupa hari itu aku sebetulnya
ulang tahun.



"Well.. Kita mau ngerayain seperti apa, dimana degan siapa aja Rin""


"Maksud Rini kita rayain berdua aja, gimana kalau kita cari tempat
yang jauh dari keramaian agar lebih leluasa, kayak dipantai gitu!"
belum sempat kujawab Rini sudah ngrocos lagi.



"Jangan khawatir, Rini tadi sudah pamit mau nginap di rumah teman sama paman."



Dia seperti bisa membaca jalan fikiranku.



"OK apa kita mau ke Ancol!"



"Jangan Om disana terlalu ramai, Rini ingin ke Merak disana kita bisa lihat ferry keluar masuk dermaga sepanjang malam"


Setelah telpon ke rumah memberitahukan bahwa aku ada rapat dinas,
maka kami langsung tancap gas ke Merak. Disitu ada sebuah hotel pantai
yang memang sudah tidak terlalu bagus lagi karena termakan usia, tetapi
sangat strategis, tempatnya di pinggir jalan raya dan menghadap
langsung ke selat Sunda dan Pelabuhan ferry.


Setelah mandi, Rini tidak lagi paklai jean ketat, tetapi rupanya
dia sudah siap dengan baju tidur putih setengah transparan sehingga
lekuk tubuh dan tonjolan dadanya begitu jelas.



"Rin.. Om masih penasaran kamu mau ngasih hadiah spesial apa sih sama Om," aku bertanya sambil telentang ditempat tidur.



"Nanti aja deh.. Om pasti bakal tahu juga," Rini merebahkan diri disamping kananku.


Tiba tiba kami saling menghadap sehingga wajah kami hampir
bersentuhan. Aroma nafasnya menerpa hidungku dan bau mulutnya yang
wangi membuat gelora hasratku terpancing.


Kulingkarkan tangan kiriku ke tubuhnya, dia diam dan malah
memejamkan matanya. Pelan tapi pasti bibirku menyentuh bibir Rini
dengan lembut. Rini seperti tersentak tiba tiba. Tubuhnya sedikit
mengigil dan nafasnya jadi memburu.


Kuhentikan gerakan bibirku persis diantara kedua bibir Rini, ujung
lidahku kudorong keluar sedikit demi sedikit dan bibir Ranum itu mulai
kujilati dengan penuh perasaan. Aku sengaja mengontrol gerakan dan
keinginan ku sedemikian rupa agar Rini dapat merasakan suatu sensasi
kelembutan yang membuai dan akan membuat dia terhanyut dalam
kenikmatan.



"Rin.. Boleh nggak Om teruskan," aku berbisik sambil mengecup kupingnya.



Tubuhnya bergetar dan posisi tidurnya tidak lagi menghadap aku tetapi bergerak telentang dalam dekapanku.



"Nggak pa pa Om terus aja," Rini menjawab disela deburan jantungnya yang menggila.



Aku segera mengecup kulit putih tepat dibelakang telinganya, Rini mengerang, "Om.. Geli.. Bulu roma Rini jadi berdiri semua."



"Nggak apa apa Rin," aku menjawab sambil terus mengerakkan bibir dan lidahku meluncur di lehernya yang jenjang.


Leher mulus itu kujilat dengan lembut dan pelan, terus turun..
Turun.. Dan Ouh.. Baju tidur Rini tiba tiba terbuka di bagian dadanya,
buah dada itu begitu ranum, kulitnya putih dan halus, disekitar
putingnya berwarna coklat kemerahan, ditumbuhi bintik bintik putih
halus melingkar memagari puting susunya yang kehitaman dan sudah
berdiri tegak.


Sungguh satu pemandangan yang sangat indah melihat payudara muda
dan baru pertama mengalami rangsangan sexual. Bentuknya masih bulat dan
padat membuat aku tak sanggup lagi menahan diri.



Putting muda itu kuhisap dengan lembut dan tubuh Rini kembali bergetar.



"Oouuhh Om.. Rini nggak tahan Om. "



"Nggak tahan apanya Rin"



"Nggak tahu Om.. Nggak tahan aja"



Aku lupa kalau Rini belum pernah mengalami rangsangan seperti ini.


"Nggak pa pa Rin jangan ditahan.. Kalau Rini ngerasa sesuatu ikutin
aja," aku berkata sambil memutarkan jempol dan telunjukku ke puting
susunya.



"Om.. Terus Om.."



"Iya Rin. Tapi bajunya buka dulu ya."



"Terserah Om.. Aja"


Semua pakaian Rini kulucuti begitu juga aku, kami sekarang
telanjang lonjong eh.. Bulat. Tubuh putih polos Rini sekarang terhidang
pasrah dihadapanku. Sementara penisku sudah mulai teler mengeluarkan
cairan putih bening pertanda siap tempur. Rini kembali kudekap dengan
pelan, penisku kutempatkan persis ditengah belahan vagina Rini.



"Ouuh Om.. Rini jadi basah Om.. "



"Iya sayang.. Om Juga"



Kugerakkan pinggulku turun naik penuh irama, pelan pelan penisku menyentuh clitoris Rini.



"A.. aduh Om.."


Cengkraman tanga Rini seperti mau merobek kulit punggungku. Dia
mulai terangsang dengan hebatnya, matanya sayu dan redup, bibirnya
merekah setengah terbuka dan basah oleh hasrat kewanitaan yang minta
dipuasi. Sementara aku mulai merasakan cairan panas mengaliri batang
penisku, itu adalah cairan vagina Rini yang keluar bagaikan mata air
pegunungan sukabumi, kental dan licin.


Kedua tanganku mulai membelai payudara Rini denga gerakan melingkar
dari bawah ke atas dan berakhir diputingnya yang tegak berdiri. Aku
menyadari ini belumlah saat yang tepat untuk melakukan penetrasi, Rini
harus diberi kenikmatan puncak senggama dengan cara lain, setelah
nikmat klimaks itu dia cicipi buat pertama kali didalam hidupnya,
barulah penetrasi akan akan kulakukan.


Pelan pelan kedua kaki Rini kudorong kepinggir, sekarang vagina
Rini terbentang jelas dihadapan penisku. Bulunya sedikit kepirangan
(nggak pernah disampoin kali) tepat diatas clitorisnya bulu tersebut
membentuk lingkaran kecil seakan disiapkan buat tempat pendaratan
lidahku.



Aku sudah mau menjilat clitoris itu sambil menunduk tapi tiba tiba.


"Om jangan dijilat ya.. Rini pasti nggak tahan, kata teman teman
kalau vagina Rini dijilat, Rini pasti lansung klimaks.. Oouuh padahal
Rini masih kepingin lebih lama ngerasain seperti ini."


Kuurungkan niat untuk menjilat vagina Rini yang sudah terbuka lebar
tersebut. Kulit di seputar vagina itu putih dan bersih, sementara
ketika bibir vaginanya kusibak dengan jariku, kelihatan warna merah
membayang dipinggir bibir dan lubang vagina yang sekarang telah
dipenuhi cairan putih bening nan wangi.



Kakinya kuangkat lebih tinggi dan sedikit mengangkan sehingga bibir vagina Rini betul betul terbuka menantang penisku.



"Rin.. Kita peting aja dulu ya.. "



"Peting itu apa Om.. "



"Nih. Begini nih"


Batang penisku kuletakkan persis ditengan tengah bibir vagina Rini
dan dengan gerakkan turun naik yang berirama, penisku mulai menggosok
bibir vagina dan clitoris Rini.


Aku merasakan tangan Rini mulai menekan pinggulku agar batang
penisku lebih erat menepel di vaginanya. Gerakkanku semakin cepat dan
pingul Rinipun mulai turun naik seirama tarian dangdut penisku. Lendir
vagina Rini semakin banyak membuat penisku dengan leluasa bergerek
didekapan vaginanya.


Akibat licin dan hangat, serta sensasi clitoris yang tersentuh oleh
ujung penisku, aku mulai merasakan gerakan sperma menyeruak ingin
menyemprot, kukendalikan diri agar airbah sperma ku jangan tumpah
duluan sebelum Rini dapat kupuaskan. Gerakan Rini semakin lama semakin
liar, dia mulat menggigit bahu dan tetekku, jemarinya mencengkram
kencan pantat belakangku.


"Oomm, Rini ngerasa melayang.. Dan oouuh ada yang mendesak dari
bawah vaginaku.. Oh apa ini kok rasanya seperti ini.. Oomm Rini nggak
tahan.. Om tolong gosokkan penisnya yang kencang.. Oouhh dia datang
ouhh.."


Sebelum Rini terkulai lemas karena klimaks pertamanya, akupun
merasakan gerakan sperma yang tiba tiba kuat menekan dari sela sela
kedua torpedoku, terus meniti batang, terus kebagian kepala dan
sekarang tepat diujung penis



"OOh.. Rin.. Omm lepass sayang.."


Spermaku muncrat menyirami pusar Rini yang putih bersih, sperma itu
begitu kental seperti ingus yang sudah mingguan nginap dihidung., diam
dan sama sekali tidak meleleh ke bawah, sekalipun dia dipinggir perut
Riniku yang telah tertidur pulas.


Jam 12 malam kami terbangun karena lapar, tetapi sebelum bangun
tiba tiba aku menyentuh payudara Rini. Akibatnya Ruar biaa.. Sa. Rini
langsung terangsang dan mencium bibirku penuh semangat. Tak ada pilihan
lain biarkan perut menunggu sebentar, toh yang bibawah perut juga
kelaparan. Ciuman Rini kusambut dengan hangat, pelan tapi pasti
pergumulan kembali terulang, remas berbalas remas, kecup dibalas kecup,
jilat dibayar jilat, dan itulah yang saat ini sedang aku lakukan.


Vagina Rini kusibak dengan jariku, ujung lidahku menerobos dengan
lembut menuju clitorisnya. Clitoris itu kuhisap bagaikan menghisap
puncak es cream, lembut, pelan dan sedikit dijilat dengan ujung lidah.
Dengan gerakan tiba tiba Rini mebalikkan tubuhku sehingga dia sekarang
mengangkangi kepala ku, vaginanya persis diatas mulutku dan bibirnya
siap mematuk penisku.



Bibir Rini yang lembut dan basah kurasakan menyentuh lubang kecil diujung penisku



"Ouuhh Rin, jilat terus sayang.. Jangan kena gigi ya.."



"Iyyaa Om, tapi Om jangan diam dong.."


Aku lupa dengan tugasku karena keasyikan dihisap Rini. Lidahku
kembali beraksi, kali ini sedikit menerobos ke dalam vagina karena
posisi ku tepat dibawahnya. Rini menggelinjang hebat. Pahanya makin
menjepit mukaku, tapi hisapan dan kulumannya dipenisku juga semakin
kencang. Kupikir inilah saatnya keperawanan Rini harus kunikmati.
Dengan klimaks yang sudah dia rasakan ditambah dengan rangsangan yang
saat ini dia alami, maka penetrasi pertama ku ke dalam vaginanya kukira
tidak akan membuat dia kesakitan.


Posisi kurubah, sekarang Rini telentang tepat dibawahku, kulihat
bibirnya masih berlepotan ciran bening penisku, dia mejilat sudut
bibirnya dan cairan itupun besih menghilang. Kakinya terentang membuat
posisi vaginanya jelas terbuka, pelan pelan kutempatkan ujung penisku
dilubang vagina Rini tetapi aku masih diam. Aku ingin dia merasakan
sensasi dan getaran hangat dari ujung penisku.



"Oom ayo dong," Rini menyodorkan payudara kirinya untuk kuhisap.


"Mm.." aku langsung menghisapnya, tubuh Rini kembali bergetar hebat
dan tanpa dia sadari. Ujung runcing penisku pelan pelan telah membuka
jalan masuk ke vaginanya.



"Om.. Perih.." Rini mendekapku ketika batang penisku telah hampir separuh jalan menuju singasananya.


Dinding vagina Rini yang masih perawan terasa menjepit dan menahan
gerakan maju penisku, itu mungkin yang membuat dia merasa sedikit
perih. Kutarik penisku dengan pelan, ujungnya kuarahkan ke clitorisnya.
Dengan gerakan mencongkel yang lembut ujung penisku beradu dengan
clitorisnya.



"Om aku nggak tahan.."


Melihat Rini mulai terangsang hebat, sasaran penisku kembali
kuarahkan ke jalan yang benar, yaitu lubang kenikmatan. Kali ini ujung
penis menerobos dengan lancar.



"Oh ouhh masuk semua ya Om..! rasanya sesak sekali."



"Masih perih sayang," kataku berbisik dikupingnya.



"Nggak papa Om terus aja"



"Nih.. Om tusuk ya."



"Iya Oom.., yang dalam Om."



"Iya.. Om sudah masuk semua nih, Rini.. Oh Rin.. Terimaksih ya.. Sungguh nikmat sekali saya.. Ng.."



"Iya Om ini hadiah istimewa dari Rini."



"Oh Om.. Rini nggak tahan. Terus Om. Yang kencang Om.. Ohh iya Om terus.. Kayak itu.. Aja Ouhh!"



Dengan iringan erangan panjang, Rini mencapai klimaks untuk kedua kali dalam hidupnya.



"Om.. Maaf ya. Rini nggak tahan.., padahal Om belum lepas kan.."



"Nggak apa sayang.. Tidak satu jalan ke Jakarta, lewat Priuk bisa, lewat bekasi juga bisa."


Rini mengerti apa yang kumaksud, penisku segera dibelainya dengan
lembut, makin ke ujung, makin ke ujung terus. Terus.. Dan terus, aku
nggak tahu apa apa lagi, yang aku rasa hanya panasnya lidah dan bibir
Rini diseputar kepala penisku.



"Rin.. Sayang terus.. Hisap.. Sambil dijilat dikit.. Oh. Ya dengan ujung idah sayang.. Oh."


Pandanganku gelap, dunia terasa mengambang, tubuhku seperti
mengapung, ketika semprotan demi semprotan cairan kenikmatan muncrat
dari ujung penis dan membasahi bibir dan hidung Riniku.


Tiga tahun sudah berlalu, sekarang aku kehilangan Rini dia hilang
ditelan banjir bandang Bahorok. Dia bekerja sebagai guide lepas pada
satu perusahan pengelola pariwisata. Selama dia di SMU dulu, dia
kukursuskan bahasa Inggris di salah satu tempat kursus ternama di dekat
kantorku. Dengan modal bahasa dan wajahnya yang ayu serta sifatnya yang
supel akhirnya dia diterima di perusahaan itu.


Masih kusimpan kaos oblong warna hitam dengan gambar lidah menjulur
dan tulisan Bali di bawahnya, di dalam lemari pakaianku. Itu adalah
hadiah dari Rini sewaktu dia menerima gaji pertamanya.


"Rini aku menyayangimu, aku merindukanmu.. Tetapi kau takkan pernah
kembali lagi. Maaf kan aku sayang. Melalui surat ini aku inginkan
Rini.. Rini lain menggantikan posisimu disampingku. Aku akan berikan
semua apa yang pernah kau terima, dan akan kujaga dia sama seperti aku
menjagamu."

Buat anda yang mau menggantikan Riniku silahkan hubungi aku di omkusayang@yahoo.com kamu akan jadi pengganti Riniku yang hilang dengan segala haknya.



E N D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar