Kamis, 19 November 2009

Cerita Tak terlupakan

Hingga
kini, kisah ini masih sering terlintas dalam benak dan pikiranku. Entah
suatu keberuntungankah atau kepedihan bagi si pelaku. Yang jelas dia
sudah mendapatkan pengalaman berharga dari apa yang dialaminya. Sebut
saja namaya si Jo. Berasal dari kampung yang sebenarnya tidak jauh-jauh
sekali dari kota Y. Di kota Y inilah dia numpang hidup pada seorang
keluarga kaya. Suami istri berkecukupan dengan seorang lagi pembantu
wanita Inah, dengan usia kurang lebih diatas Jo 2-3 tahun. Jo sendiri
berumur 15 tahun jalan.


Suatu hari nyonya majikannya yang masih muda, Ibu Rhieny atau biasa
mereka memanggil Bu Rhien, mendekati mereka berdua yang tengah sibuk di
dapur yang terletak di halaman belakang, di depan kamar si Jo.
"Inah.., besok lusa Bapak hendak ke Kalimantan lagi. Tolong
siapkan pakaian secukupnya jangan lupa sampai ke kaos kakinya segala.."
perintahnya.

"Kira-kira berapa hari Bu..?" tanya Inah hormat.

"Cukup lama.. mungkin hampir satu bulan."

"Baiklah Bu.." tukas Inah mahfum.


Bu Rhien segera berlalu melewati Jo yang tengah membersihkan
tanaman di pekarangan belakang tersebut. Dia mengangguk ketika Jo
membungkuk hormat padanya.


Ibu Rhien majikannya itu masih muda, paling tua mungkin sekitar 30
tahunan, begitu Inah pernah cerita kepadanya. Mereka menikah belum lama
dan termasuk lambat karena keduanya sibuk di study dan pekerjaan. Namun
setelah menikah, Bu Rhien nampaknya lebih banyak di rumah. Walaupun
sifatnya hanya sementara, sekedar untuk jeda istirahat saja.


Dengan perawakan langsing, dada tidak begitu besar, hidung mancung,
bibir tipis dan berkaca mata serta kaki yang lenjang, Bu Rhien terkesan
angkuh dengan wibawa intelektualitas yang tinggi. Namun kelihatan kalau
dia seorang yang baik hati dan dapat mengerti kesulitan hidup orang
lain meski dalam proporsi yang sewajarnya. Dengan kedua pembantunya pun
tidak begitu sering berbicara. Hanya sesekali bila perlu. Namun Jo tahu
pasti Inah lebih dekat dengan majikan perempuannya, karena mereka
sering bercakap-cakap di dapur atau di ruang tengah bila waktunya
senggang.



Beberapa hari kepergian Bapak ke Kalimantan, Jo tanpa sengaja menguping pembicaraan kedua wanita tersebut.

"Itulah Nah.. kadang-kadang belajar perlu juga.." suara Bu Rhien terdengar agak geli.

"Di kampung memang terus terang saya pernah Bu.." Inah nampak agak bebas menjawab.

"O ya..?"
"Iya.. kami.. sst.. pss.." dan seterusnya Jo tidak dapat lagi
menangkap isi pembicaraan tersebut. Hanya kemudian terdengar tawa
berderai mereka berdua.


Jo mulai lupa percakapan yang menimbulkan tanda tanya tersebut
karena kesibukannya setiap hari. Membersihkan halaman, merawat tanaman,
memperbaiki kondisi rumah, pagar dan sebagainya yang dianggap perlu
ditangani. Hari demi hari berlalu begitu saja. Hingga suatu sore, Jo
agak terkejut ketika dia tengah beristirahat sebentar di kamarnya.

Tiba-tiba pintu terbuka, "Kriieet.. Blegh..!" pintu itu segera menutup lagi.

Dihadapannya kini Bu Rhien, majikannya berdiri menatapnya dengan pandangan yang tidak dapat ia mengerti.



"Jo.." suaranya agak serak.

"Jangan kaget.. nggak ada apa-apa. Ibu hanya ada perlu sebentar.."

"Maaf Bu..!" Jo cepat-cepat mengenakan kaosnya.
Barusan dia hanya bercelana pendek. Bu Rhien diam dan memberi
kesempatan Jo mengenakan kaosnya hingga selesai. Nampaknya Bu Rhien
sudah dapat menguasai diri lagi. Dengan mimik biasa dia segera
menyampaikan maksud kedatangannya.



"Hmm..," dia melirik ke pintu.

"Ibu minta kamu nggak usah cerita ke siapa-siapa. Ibu hanya perlu meminjam sesuatu darimu.."

Kemudian dia segera melemparkan sebuah majalah.

"Lihat dan cepatlah ikuti perintah Ibu..!" suara Bu Rhien agak menekan.
Agak gelagapan Jo membuka majalah tersebut dan terperangah
mendapati berbagai gambar yang menyebabkan nafasnya langsung memburu.
Meski orang kampung, dia mengerti apa arti semua ini. Apalagi jujur dia
memang tengah menginjak usia yang sering kali membuatnya terbangun di
tengah malam karena bayangan dan hawa yang menyesakkan dada bila baru
nonton TV atau membaca artikel yang sedikit nyerempet ke arah "itu".


Sejurus diamatinya Bu Rhien yang tengah bergerak menuju pintu.
Beliau mengenakan kaos hijau ketat, sementara bawahannya berupa rok
yang agak longgar warna hitam agak berkilat entah apa bahannya. Segera
tangan putih mulus itu menggerendel pintu.

Kemudian.., "Berbaringlah Jo.. dan lepaskan celanamu..!"

Agak ragu Jo mulai membuka.

"Dalemannya juga.." agak jengah Bu Rhien mengucapkan itu.

Dengan sangat malu Jo melepaskan CD-nya. Sejenak kemudian terpampanglah alat pribadinya ke atas.


Lain dari pikiran Jo, ternyata Bu Rhien tidak segera ikut membuka
pakaiannya. Dengan wajah menunduk tanpa mau melihat ke wajahnya, dia
segera bergerak naik ke atas tubuhnya. Jo merasakan desiran hebat
ketika betis mereka bersentuhan.
Naik lagi.. kini Jo bisa merasakan halusnya paha majikannya itu
bersentuhan dengan paha atasnya. Naik lagi.. dan.. Jo merasakan seluruh
tulang belulangnya kena setrum ribuan watt ketika ujung alat pribadinya
menyentuh bagian lunak empuk dan basah di pangkal paha Bu Rhien.


Tanpa memperlihatkan sedikitpun bagian tubuhnya, Bu Rhien nampaknya
hendak melakukan persetubuhan dengannya. Jo menghela nafas dan menelan
ludah ketika tangan lembut itu memegang alatnya dan, "Bleesshh..!"
Dengan badan bergetar antara lemas dan kaku, Jo sedikit mengerang
menahan geli dan kenikmatan ketika barangnya dilumat oleh daging hangat
nan empuk itu.


Dengan masih menunduk Bu Rhien mulai menggoyangkan pantatnya.
Tangannya menepis tangan Jo yang secara naluriah hendak merengkuhnya.

"Hhh.. ehh.. sshh.. " kelihatan Bu Rhien menahan nafasnya.

"Aakh.. Bu.. saya.. saya nggak tahan.." Jo mulai mengeluh.
"Tahann sebentar.. sebentar saja..!" Bu Rhien nampak agak marah
mengucapkan itu, keringatnya mulai bermunculan di kening dan hidungnya.


Sekuat tenaga Jo menahan aliran yang hendak meledak di ujung
peralatannya. Di atasnya Bu Rhien terus berpacu.. bergerak semakin liar
hingga dipan tempat mereka berada ikut berderit-derit. Makin lama
semakin cepat dan akhirnya nampak Bu Rhien mengejang, kepalanya
ditengadahkan ke atas memperlihatkan lehernya yang putih berkeringat.

"Aaahhkhh..!"
Sejurus kemudian dia berhenti bergoyang. Lemas terkulai namun tetap
pada posisi duduk di atas tubuh Jo yang masih bergetar menahan rasa.
Nafasnya masih memburu.



Beberapa saat kemudian, "Pleph..!" tiba-tiba Bu Rhien mencabut pantatnya dari tubuh Jo.

Dia segera berdiri, merapihkan rambutnya dan roknya yang tersingkap sebentar.
Kemudian, "Jangan cerita kepada siapapun..!" tandasnya, "Dan bila
kamu belum selesai, kamu bisa puaskan ke Inah.. Ibu sudah bicara
dengannya dan dia bersedia.." tukasnya cepat dan segera berjalan ke
pintu lalu keluar.


Jo terhenyak di atas kasurnya. Sejenak dia berusaha menahan degup
jantungnya. Diambilnya nafasdalam-dalam. Sambil sekuat tenaga meredam
denyutan di ujung penisnya yang terasa mau menyembur cepat itu. Setelah
bisa tenang, dia segera bangkit, mengenakan pakaiannya kemudian
berbaring. nafasnya masih menyisakan birahi yang tinggi namun
kesadarannya cepat menjalar di kepalanya. Dia sadar, tak mungkin dia
menuntut apapun pada majikan yang memberinya hidup itu. Namun sungguh
luar biasa pengalamannya tersebut. Tak sedikitpun terpikir, Bu rhien
yang begitu berwibawa itu melakukan perbuatan seperti ini.


Dada Jo agak berdesir teringat ucapan Bu Rhien tentang Inah.
Terbayang raut wajah Inah yang dalam benaknya lugu, tetapi kenapa mau
disuruh melayaninya..? Jo menggelengkan kepala.. Tidak..! biarlah
perbuatan bejat ini antara aku dan Bu Rhien. Tak ingin dia melibatkan
orang lain lagi. Perlahan tapi pasti Jo mampu mengendapkan segala
pikiran dan gejolak perasaannya. Beberapa menit kemudian dia terlelap,
hanyut dalam kenyamanan yang tanggung dan mengganjal dalam tidurnya.


Perlakuan Bu Rhien berlanjut tiap kali suaminya tidak ada di rumah.
Selalu dan selalu dia meninggalkan Jo dalam keadaan menahan gejolak
yang menggelegak tanpa penyelesaian yang layak. Beberapa kali Jo hendak
meneruskan hasratnya ke Inah, tetapi selalu diurungkan karena dia
ragu-ragu, apakah semuanya benar-benar sudah diatur oleh majikannya
atau hanyalah alasan Bu Rhien untuk tidak memberikan balasan pelayanan
kepadanya.


Hingga akhirnya pada suatu malam yang dingin, di luar gerimis dan
terdengar suara-suara katak bersahutan di sungai kecil belakang rumah
dengan rythme-nya yang khas dan dihafal betul oleh Jo. Dia agak
terganggu ketika mendengar daun pintu kamarnya terbuka.

"Kriieet..!" ternyata Bu Rhien.
Nampak segera melangkah masuk kamar. Malam ini beliau mengenakan
daster merah jambu bergambar bunga atau daun-daun apa Jo tidak jelas
mengamatinya. Karena segera dirasakannya nafasnya memburu,
kerongkongannya tercekat dan ludahnya terasa asin. Wajahnya terasa
tebal tak merasakan apa-apa.


Agak terburu-buru Bu Rhien segera menutup pintu. Tanpa bicara
sedikitpun dia menganggukkan kepalanya. Jo segera paham. Dia segera
menarik tali saklar di kamarnya dan sejenak ruangannya menjadi
remang-remang oleh lampu 5 watt warna kehijauan. Sementara menunggu Jo
melepas celananya, Bu rhien nampak menyapukan pandangannya ke seantero
kamar.

"Hmm.. anak ini cukup rajin membersihkan kamarnya.." pikirnya.

Tapi segera terhenti ketika dilihatnya "alat pemuasnya" itu sudah siap.
Dan.., kejadian itu terulang kembali untuk kesekian kalinya.
Setelah selesai Bu Rhien segera berdiri dan merapihkan pakaiannya. Dia
hendak beranjak ketika tiba-tiba teringat sesuatu.



"Oh Ibu lupa.." terhenti sejenak ucapannya.
Jo berpikir keras.. kurang apa lagi..? Jujur dia mulai tidak tahan
mengatasi nafsunya tiap kali ditinggal begitu saja, ingin sekali dia
meraih pinggang sexy itu tiap kali hendak keluar dari pintu.

Lanjutnya, "Hmm.. Inah pulang kampung pagi tadi.." dengan wajah agak masam Bu Rhien segera mengurungkan langkahnya.

"Rasanya tidak adil kalau hanya Ibu yang dapat. Sementara kamu tertinggal begitu saja karena tidak ada Inah.."
Jo hampir keceplosan bahwa selama ini dia tidak pernah melanjutkan
dengan Inah. Tapi mulutnya segera dikuncinya kuat-kuat. Dia merasa Bu
Rhien akan memberinya sesuatu. Ternyata benar.. Perempuan itu segera
menyuruhnya berdiri.


"Terpaksa Ibu melayani kamu malam ini. Tapi ingat.., jangan sentuh
apapun. Kamu hanya boleh melakukannya sesuai dengan yang Ibu lakukan
kepadamu.."
Kemudian Bu Rhien segera duduk di tepi ranjang. Dirainya bantal
untuk ganjal kepalanya. Sejuruskemudian dia membuka pahanya. Matanya
segera menatap Jo dan memberinya isyarat.

".." Jo tergagap. Tak mengira akan diberi kesempatan seperti itu.
Dalam cahaya kamar yang minim itu dadanya berdesir hebat melihat
sepasang paha mulus telentang. Di sebelah atas sana nampak dua bukit
membuncah di balik BH warna krem yang muncul sedikit di leher daster.
Dengan pelan dia mendekat. Kemudian dengan agak ragu selangkangannya
diarahkan ke tengah diantara dua belah paha mulus itu. Nampak Bu Rhien
memalingkan wajah ke samping jauh.. sejauh-jauhnya.



"Degh.. degh.." Jo agak kesulitan memasukkan alatnya.
Karena selama ini dia memang pasif. Sehingga tidak ada pengalaman
memasukkan sama sekali. Tapi dia merasakan nikmat yang luar biasa
ketika kepala penisnya menyentuh daging lunak dan bergesekan dengan
rambut kemaluan Bu Rhien yang tebal itu. Hhh..! Nikmat sekali. Bu Rhien
menggigit bibir. Ingin rasanya menendang bocah kurang ajar ini. Tapi
dia segera menyadari ini semua dia yang memulai. Badannya menggelinjang
menahan geli ketika dengan agak paksa namun tetap pelan Jo berhasil
memasukkan penisnya (yang memang keras dan lumayan itu) ke peralatan
rahasianya.



Beberapa saat kemudian Jo secara naluriah mulai menggoyangkan pantatnya maju mundur.

"Clep.. clep.. clep..!" bunyi penisnya beradu dengan vagina Bu Rhien yang basah belum dicuci setelah persetubuhan pertama tadi.

"Plak.. plak.. plakk..," kadang Jo terlalu kuat menekan sehingga pahanya beradu dengan paha putih mulus itu.

"Ohh.. enak sekali.." pikir Jo.

Dia merasakan kenikmatan yang lebih lagi dengan posisi dia yang aktif ini.

"Ehh.. shh.. okh..," Jo benar-benar tak kuasa lagi menutupi rasa nikmatnya.


Hampir beberapa menit lamanya keadaan berlangsung seperti itu.
Sementara Jo selintas melirik betapa wajah Bu rhien mulai memerah.
Matanya terpejam dan dia melengos ke kiri, kadang ke kanan.

"Hkkhh.." Bu Rhien berusaha menahan nafas.

Mulanya dia berfikir pelayanannya hanya akan sebentar karena dia tahu anak ini pasti sudah diujung "konak"-nya.

Tapi ternyata, "Huoohh..," Bu Rhien merasakan otot-otot kewanitaannya tegang lagi menerima gesekan-gesekan kasar dari Jo.

Dia berusaha sekuat tenaga untuk tidak terbangkitkan nafsunya.


Jo terus bergoyang, berputar, menyeruduk, menekan dan mendorong
sekuat tenaga. Dia benar-benar sudah lupa siapa wanita yang
dihadapannya ini. yang terfikir adalah keinginan untuk cepat
mengeluarkan sesuatu yang terasa deras mengalir dipembuluh darahnya dan
ingin segeradikeluarkannya ..!!"Ehh.." Bu Rhien tak mampu lagi
membendung nafsunya.
Daster yang tadinya dipegangi agar tubuhnya tidak banyak
tersingkap itu terlepas dari tangannya, sehingga kini tersingkap jauh
sampai ke atas pinggang. Melihat pemandangan ini Jo semakin terangsang.
Dia menunduk mengamati alatnya yang serba hitam, kontras dengan tubuh
putih mulus di depannya yang mulai menggeliat-geliat, sehingga
menyebabkan batang kemaluannya semakin teremas-remas.



"Ohh.. aduh.. Bu..," Jo mengerang pelan penuh kenikmatan.
Yang jelas Bu Rhien tak akan mendengarnya karena beliau sendiri
tengah berjuang melawan rangsangan yang semakin dekat ke puncaknya.

"Okh.. hekkhh.." Bu Rhien menegang, sekuat tenaga dia menahan diri, tapi sodokan itubenar-benar kuat dan tahan.

Diam-diam dia kagum dengan stamina anak ini.


Akhirnya karena sudah tidak mampu lagi menahan, Bu Rhien segera
mengapitkan kedua pahanya, tanganya meraih sprei, meremasnya, dan..,
"Aaakkhh..!" dia mengerang nikmat. Orgasmenya yang kedua dari si Jo
malam ini. Sementara si Jo pun sudah tak tahan lagi. Saat paha mulus
itu menjepit pinggangnya dan kemudian pantat wanita itu diangkat,
penisnya benar-benar seperti dipelintir hingga, "Cruuth..! crut..
crut..!" memancar suatu cairan kental dari sana. Jo merasakan nikmat
yang luar biasa. Seperti kencing namun terasa enak campur gatal-gatal
gimana."Ohk.. ehh.. hh," Jo terkulai. Tubuhnya bergetar dan dia segera
mundur dan mencabut penisnya kemudian terhenyak duduk di kursi sebelah
meja di kamarnya. Wajahnya menengadah sementara secara alamiah
tangannya terus meremas-remas penisnya, menghabiskan sisa cairan yang
ada disana. Ooohh.. enak sekali..


Di ranjang Bu Rhien telentang lemas. Benar-benar nikmat
persetubuhan yang kedua ini. Beberapa saat dia terkulai seakan tak
sadar dengan keadaannya. Bongkahan pantatnya yang mengkal dan mulus itu
ter-expose dengan bebas. Rasanya batang kenyal nan keras itu masih
menyumpal celah vaginanya. Memberinya sengatan dan sodokan-sodokan yang
nikmat. Jo menatap tubuh indah itu dengan penuh rasa tak percaya.
Barusan dia menyetubuhinya, sampai dia juga mendapatkan kepuasan.
Benarkah..?


Sementara itu setelah sadar, Bu Rhien segera bangkit. Dia membenahi
pakaiannya. Terlintas sesuatu yang agak aneh dengan anak ini. Tadi dia
merasa betapa panas pancaran sperma yang disemburkannya. Seperti air
mani laki-laki yang baru pernah bersetubuh.



"Berapa jam biasanya kamu melakukan ini dengan Inah, Jo..?" tanya Bu Rhien menyelidik.

Jo terdiam. Apakah beliau tidak akan marah kalau dia berterus terang..?

"Kenapa diam..?"

Jo menghela nafas, "Maaf Bu.. belum pernah."

"Hah..!? Jadi selama ini kamu..?"

"Iya Bu. Saya hanya diam saja setelah Ibu pergi."

"Oo..," Bu Rhien melongo.
Sungguh tidak diduga sama sekali kalau itu yang selama ini terjadi.
Alangkah tersiksanya selama ini kalau begitu. Aku ternyata egois juga.
Tapi..?, masa aku harus melayaninya. Apapun dia kan hanya pembantu. Dia
hanya butuh batang muda-nya saja untuk memenuhi hasrat sex-nya yang
menggebu-gebu terus itu. Selama ini bahkan suami dan pacar-pacarnya
dulu tak pernah mengetahuinya. Ini rahasia yang tersimpan rapat.


"Hmm.. baiklah. Ibu minta kamu jangan ceritakan ke siapapun.
Sebenarnya Ibu sudah bicara sama Inah mengenai masalah ini. Tapi
rupanya kalian tidak nyambung. Ya sudah.. yang penting sekali lagi,
pegang rahasia ini erat-erat.. mengerti..?" kembali suaranya berwibawa
dan bikin segan.

"Mengerti Bu..," Jo menjawab penuh rasa rikuh.

Akhirnya Bu Rhien keluar kamar dan Jo segera melemparkan badannya ke kasur. Penat, lelah, namunnikmat dan terasa legaa.. sekali.



TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar