Kamis, 19 November 2009

Gairah Tubuh Rina, Anak Teman Bisnisku

Aku
adalah seorang mahasiswa tingkat akhir di perguruan tinggi di Bandung,
dan sekarang sudah tingkat akhir. Untuk saat ini aku tidak mendapatkan
mata kuliah lagi dan hanya mengerjakan skripsi saja. Oleh karena itu
aku sering main ke tempat abangku di Jakarta.


Suatu hari aku ke Jakarta. Ketika aku sampai ke rumah kakakku, aku
melihat ada tamu, rupanya ia adalah teman kuliah kakakku waktu dulu.
Aku dikenalkan kakakku kepadanya. Rupanya ia sangat ramah kepadaku.
Usianya 40 tahun dan sebut saja namanya Firman. Ia pun mengundangku
untuk main ke rumahnya dan dikenalkan pada anak-istrinya. Istrinya,
Dian, 7 tahun lebih muda darinya, dan putrinya, Rina, duduk di kelas 2
SMP.


Kalau aku ke Jakarta aku sering main ke rumahnya. Dan pada hari
Senin, aku ditugaskan oleh Firman untuk menjaga putri dan rumahnya
karena ia akan pergi ke Malang, ke rumah sakit untuk menjenguk saudara
istrinya. Menurutnya sakit demam berdarah dan dirawat selama 3 hari.
oleh karena itu ia minta cuti di kantornya selama 1 minggu. Ia
berangkat sama istrinya, sedangkan anaknya tidak ikut karena sekolah.


Setelah 3 hari di rumahnya, suatu kali aku pulang dari rumah
kakakku, karena aku tidak ada kesibukan apapun dan aku pun menuju rumah
Firman. Aku pun bersantai dan kemudian menyalakan VCD. Selesai satu
film. Saat melihat rak, di bagian bawahnya kulihat beberapa VCD porno.
Karena memang sendirian, aku pun menontonnya. Sebelum habis satu film,
tiba-tiba terdengar pintu depan dibuka. Aku pun tergopoh-gopoh
mematikan televisi dan menaruh pembungkus VCD di bawah karpet.



"Hallo, Oom Ryan..!" Rina yang baru masuk tersenyum.

"Eh, tolong dong bayarin Bajaj.. uang Rina sepuluh-ribuan, abangnya nggak ada kembalinya."

Aku tersenyum mengangguk dan keluar membayarkan Bajaj yang cuma dua ribu rupiah.


Saat aku masuk kembali.., pucatlah wajahku! Rina duduk di karpet di
depan televisi, dan menyalakan kembali video porno yang sedang setengah
jalan. Mia memandang kepadaku dan tertawa geli.

"Ih! Oom Ryan! Begitu, tho, caranya..? Rina sering diceritain temen-temen di sekolah, tapi belon pernah liat."

Gugup aku menjawab, "Rina.. kamu nggak boleh nonton itu! Kamu belum cukup umur! Ayo, matiin."

"Aahh, Oom Ryan. Jangan gitu, dong! Tu, liat.. cuma begitu aja! Gambar yang dibawa temen Rina di sekolah lebih serem."


Tak tahu lagi apa yang harus kukatakan, dan khawatir kalau kularang
Rina justru akan lapor pada orangtuanya, aku pun ke dapur membuat minum
dan membiarkan Rina terus menonton. Dari dapur aku duduk-duduk di
beranda belakang membaca majalah.


Sekitar jam 7 malam, aku keluar dan membeli makanan. Sekembalinya,
di dalam rumah kulihat Rina sedang tengkurap di sofa mengerjakan PR,
dan.. astaga! Ia mengenakan daster yang pendek dan tipis. Tubuh mudanya
yang sudah mulai matang terbayang jelas. Paha dan betisnya terlihat
putih mulus, dan pantatnya membulat indah. Aku menelan ludah dan terus
masuk menyiapkan makanan.


Setelah makanan siap, aku memanggil Rina. Dan.., sekali lagi
astaga.. jelas ia tidak memakai BH, karena puting susunya yang
menjulang membayang di dasternya. Aku semakin gelisah karena penisku
yang tadi sudah mulai "bergerak", sekarang benar-benar menegak dan
mengganjal di celanaku.


Selesai makan, saat mencuci piring berdua di dapur, kami berdiri
bersampingan, dan dari celah di dasternya, buah dadanya yang indah
mengintip. Saat ia membungkuk, puting susunya yang merah muda kelihatan
dari celah itu. Aku semakin gelisah. Selesai mencuci piring, kami
berdua duduk di sofa di ruang keluarga.



"Oom, ayo tebak. Hitam, kecil, keringetan, apaan..!"

"Ah, gampang! Semut lagi push-up! Khan ada di tutup botol Fanta! Gantian.. putih-biru-putih, kecil, keringetan, apa..?"

Mia mengernyit dan memberi beberapa tebakan yang semua kusalahkan.

"Yang bener.. Rina pakai seragam sekolah, kepanasan di Bajaj..!"

"Aahh.. Oom Ryan ngeledek..!"
Mia meloncat dari sofa dan berusaha mencubiti lenganku. Aku
menghindar dan menangkis, tapi ia terus menyerang sambil tertawa, dan..
tersandung!


Ia jatuh ke dalam pelukanku, membelakangiku. Lenganku merangkul
dadanya, dan ia duduk tepat di atas batang kelelakianku! Kami
terengah-engah dalam posisi itu. Bau bedak bayi dari kulitnya dan bau
shampo rambutnya membuatku makin terangsang. Dan aku pun mulai menciumi
lehernya. Rina mendongakkan kepala sambil memejamkan mata, dan tanganku
pun mulai meremas kedua buah dadanya.


Nafas Rina makin terengah, dan tanganku pun masuk ke antara dua
pahanya. Celana dalamnya sudah basah, dan jariku mengelus belahan yang
membayang.

"Uuuhh.. mmhh.." Rina menggelinjang.
Kesadaranku yang tinggal sedikit seolah memperingatkan bahwa yang
sedang kucumbu adalah seorang gadis SMP, tapi gariahku sudah sampai ke
ubun-ubun dan aku pun menarik lepas dasternya dari atas kepalanya.

Aahh..! Rina menelentang di sofa dengan tubuh hampir polos!


Aku segera mengulum puting susunya yang merah muda, berganti-ganti
kiri dan kanan hingga dadanya basah mengkilap oleh ludahku. Tangan Rina
yang mengelus belakang kepalaku dan erangannya yang tersendat membuatku
makin tak sabar. Aku menarik lepas celana dalamnya, dan.. nampaklah
bukit kemaluannya yang baru ditumbuhi rambut jarang. Bulu yang sedikit
itu sudah nampak mengkilap oleh cairan kemaluan Rina. Aku pun segera
membenamkan kepalaku ke tengah kedua pahanya.



"Ehh.. mmaahh..," tangan Rina meremas sofa dan pinggulnya menggeletar ketika bibir kemaluannya kucium.

Sesekali lidahku berpindah ke perutnya dan mengemut perlahan.

"Ooohh.. aduuhh..," Rina mengangkat punggungnya ketika lidahku menyelinap di antara belahan kemaluannya yang masih begitu rapat.
Lidahku bergerak dari atas ke bawah dan bibir kemaluannya mulai
membuka. Sesekali lidahku akan membelai kelentitnya dan tubuh Rina akan
terlonjak dan nafas Rina seakan tersedak. Tanganku naik ke dadanya dan
meremas kedua bukit dadanya. Putingnya sedikit membesar dan mengeras.


Ketika aku berhenti menjilat dan mengulum, Rina tergeletak
terengah-engah, matanya terpejam. Tergesa aku membuka semua pakaianku,
dan kemaluanku yang tegak teracung ke langit-langit, kubelai-belaikan
di pipi Rina.

"Mmmhh.. mmhh.. oohhmm..," ketika Rina membuka bibirnya, kujejalkan kepala kemaluanku.
Mungkin film tadi masih diingatnya, jadi ia pun mulai menyedot.
Tanganku berganti-ganti meremas dadanya dan membelai kemaluannya.


Segera saja kemaluanku basah dan mengkilap. Tak tahan lagi, aku pun
naik ke atas tubuh Rina dan bibirku melumat bibirnya. Aroma kemaluanku
ada di mulut Rina dan aroma kemaluan Rina di mulutku, bertukar saat
lidah kami saling membelit.


Dengan tangan, kugesek-gesekkan kepala kemaluanku ke celah di
selangkangan Rina, dan sebentar kemudian kurasakan tangan Rina menekan
pantatku dari belakang.

"Ohhmm, mam.. msuk.. hh.. msukin.. Omm.. hh.. ehekmm.."
Perlahan kemaluanku mulai menempel di bibir liang kemaluannya, dan
Rina semakin mendesah-desah. Segera saja kepala kemaluanku kutekan,
tetapi gagal saja karena tertahan sesuatu yang kenyal. Aku pun
berpikir, apakah lubang sekecil ini akan dapat menampung kemaluanku
yang besar ini. Terus terang saja, ukuran kemaluanku adalah panjang 15
cm, lebarnya 4,5 cm sedangkan Rina masih SMP dan ukuran lubang
kemaluannya terlalu kecil.


Tetapi dengan dorongan nafsu yang besar, aku pun berusaha. Akhirnya
usahaku pun berhasil. Dengan satu sentakan, tembuslah halangan itu.
Rina memekik kecil, dahinya mengernyit menahan sakit. Kuku-kuku
tangannya mencengkeram kulit punggungku. Aku menekan lagi, dan terasa
ujung kemaluanku membentur dasar padahal baru 3/4 kemaluanku yang
masuk. Lalu aku diam tidak bergerak, membiarkan otot-otot kemaluan Rina
terbiasa dengan benda yang ada di dalamnya.


Sebentar kemudian kernyit di dahi Rina menghilang, dan aku pun
mulai menarik dan menekankan pinggulku. Rina mengernyit lagi, tapi lama
kelamaan mulutnya menceracau.

"Aduhh.. sshh.. iya.. terusshh.. mmhh.. aduhh.. enak.. Oomm.."
Aku merangkulkan kedua lenganku ke punggung Rina, lalu membalikkan
kedua tubuh kami hingga Rina sekarang duduk di atas pinggulku. Nampak
3/4 kemaluanku menancap di kemaluannya. Tanpa perlu diajarkan, Rina
segera menggerakkan pinggulnya, sementara jari-jariku berganti-ganti
meremas dan menggosok dada, kelentit dan pinggulnya, dan kami pun
berlomba mencapai puncak.


Lewat beberapa waktu, gerakan pinggul Rina makin menggila dan ia
pun membungkukkan tubuhnya dan bibir kami berlumatan. Tangannya
menjambak rambutku, dan akhirnya pinggulnya menyentak berhenti. Terasa
cairan hangat membalur seluruh batang kemaluanku.


Setelah tubuh Rina melemas, aku mendorong ia telentang. Dan sambil
menindihnya, aku mengejar puncakku sendiri. Ketika aku mencapai
klimaks, Rina tentu merasakan siraman air maniku di liangnya, dan ia
pun mengeluh lemas dan merasakan orgasmenya yang ke dua.


Sekian lama kami diam terengah-engah, dan tubuh kami yang basah
kuyup dengan keringat masih saling bergerak bergesekan, merasakan
sisa-sisa kenikmatan orgasme.

"Aduh, Oom.. Rina lemes. Tapi enak banget."
Aku hanya tersenyum sambil membelai rambutnya yang halus. Satu
tanganku lagi ada di pinggulnya dan meremas-remas. Kupikir tubuhku yang
lelah sudah terpuaskan, tapi segera kurasakan kemaluanku yang telah
melemas bangkit kembali dijepit liang vagina Rina yang masih amat
kencang.


Aku segera membawanya ke kamar mandi, membersihkan tubuh kami
berdua dan.. kembali ke kamar melanjutkan babak berikutnya. Sepanjang
malam aku mencapai tiga kali lagi orgasme, dan Rina.. entah berapa
kali. Begitupun di saat bangun pagi, sekali lagi kami bergumul penuh
kenikmatan sebelum akhirnya Rina kupaksa memakai seragam, sarapan dan
berangkat ke sekolah.


Kembali ke rumah Firman, aku masuk ke kamar tidur tamu dan segera
pulas kelelahan. Di tengah tidurku aku bermimpi seolah Rina pulang
sekolah, masuk ke kamar dan membuka bajunya, lalu menarik lepas
celanaku dan mengulum kemaluanku. Tapi segera saja aku sadar bahwa itu
bukan mimpi, dan aku memandangi rambutnya yang tergerai yang
bergerak-gerak mengikuti kepalanya yang naik-turun. Aku melihat keluar
kamar dan kelihatan VCD menyala, dengan film yang kemarin. Ah!
Merasakan caranya memberiku "blowjob", aku tahu bahwa ia baru saja
belajar dari VCD.



TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar