Rabu, 28 Juli 2010

Rini - First Sin

Cinta.. Apa itu cinta? Mereka bilang cinta adalah sebuah keindahan dalam surga dunia. Cinta adalah lembayung pengabdian kasih dua insan. Namun bagiku cinta itu sebuah kepalsuan. Cinta itu iblis yang menyesatkan alunan takdir manusia. Dan cinta tak lebih dari sebuah topeng atas hasrat dan nafsu di belakangnya.

Munafikkah diriku? Angkuhkah penilaianku? Kurasa tidak jika kau menatap sejenak sejarah hidupku. Cinta yang membawa diriku berakhir di sini, di dunia malam yang berpeluh dosa. Cinta yang melambungkan mimpi indahku jauh ke atas tempat dimana tanganku tak dapat meraihnya kembali. Kutinggalkan tanah tempatku tumbuh demi mengejarnya. Tapi apa sangka, sempat kureguk sedetik indahnya, cinta itu campakkan aku di sini.

Andi, wujud cintaku itu. Seorang lelaki yang mampu membuka hatiku. Dia mempesonaku dengan langkah, tutur kata dan pesonanya. Ia dapat membuatku terbuai dalam bunga-bunga yang ia tanam di tanah hatiku. Kala tubuh dan jiwa ini telah kuberikan sepenuhnya untuk Andi, Ia pergi meninggalkanku bersama benih yang ia tanam di rahimku. Cinta itu berubah jadi benci. Benci yang kian menjadi kala kutahu dia telah menikah dengan seorang janda kaya di desa.

Aku pun lari.. kugugurkan kandungan ini. Kota besar ini kutuju tanpa arah yang kutahu. Tertatih aku berjalan di siang, terjaga aku tertidur di malam. Angin dan panas yang menjadi sahabatku, tanpa teman dan kawan lainnya. Kupasrahkan hidup dan matiku pada kota ini, hingga Ridwan menemukanku. Dan perjalananku berada disini..

Di ruang bercat putih ini, lelaki tambun itu duduk didepanku. Sinar matanya memancarkan birahi yang begitu buas. Waktu yang kurasa begitu cepat, hingga tubuhku yang telanjang menjadi santapan lidahnya. Bukit ranum dadaku habis dalam isapan dan jilatan rongga mulutnya. Tangannya tak henti menusuk-nusuk bagian paling sensitif diriku. Oh.. aku terlena.. aku terbuai dalam permainannya..

Lelaki tua itu pun bangun. Membuka celana pendek, pelapis tubuh terakhirnya. Terlihatlah disana kemaluan lelaki yang begitu kukenal. Sesuatu yang menjadi raja dalam pikiran lelaki. Sesuatu yang mengendalikan hasrat para lelaki hingga kehilangan akalnya.. Aku bangkit. Aku sadar akan tugasku. Kudekati lelaki tua itu yang kini berdiri di atas ranjang. Aku berjongkok di bawahnya. Kulihat kemaluannya yang begitu teracung tegang berdiri didepanku. Kusentuh, kugenggam dan kuurut. Kudekati wajahku, dan tak lebih dari sedetik, kujilati ujungnya.

Lenguhan panjang keluar dari mulut lelaki itu.. Kuberkata dalam hati, aku menang..!!! Dan kupercepat semuanya, Kuhisap dalam-dalam.. hingga rambut panjangku yang tergerai, dijambaknya... Kurasakan sensasi yang selalu kurasakan kala hal ini kulakukan. Detik demi detik bergulir, hingga lelaki tua itu mendorong halus wajahku kebelakang.

"Cukup Rini. Kau sungguh hebat. Ridwan tak bohong mengenaimu." kata lelaki tua itu.

"Kini puaskan aku dengan tubuhmu. Kemari.. kau di atas," sambungnya setelah berbaring menunjukkan perut tambunnya.

Aku tak menjawab.. Aku tetap bungkam. Aku hanya bergerak berdiri sejenak mengikat rambut panjangku. Kemudian melangkah ke atas badan lelaki tambun itu. Kulihat sesuatu yang dibanggakannya mengacung tegak dengan lendir yang berkilat bercampur ludahku. Aku pun jongkok dan kugenggam kemaluannya dan kuurut sambil bertanya

"Pak Rusdi, apa ga sebaiknya pakai kondom?" tanyaku polos sambil tetap mengurut kemaluannya

"Kondom? Jangan bercanda.. Kau lebih nikmat dinikmati tanpa kondom.." katanya sambil tertawa

Aku pun mengangguk kecil. Kini kuarahkan kemaluannya ke arah kemaluanku. Aku bergoyang diatasnya. Peluh kami pun menyatu. Rintihan dan raungan menggema merdu dalam ruangan kecil itu. Aku jadi santapan lelaki tua itu malam ini. Dan malam selanjutnya.. entah siapa lagi.. Aku tangisi nasibku kala sendiri. Tapi entah kenapa, aku bisa menikmati semua pergumulan yang kulakukan. Seperti saat ini, di tungginginya aku. Payudaraku yang menggantung, tak dibiarkannya lepas dari kedua tangannya. Aku merintih nikmat diantara gesekan dan tusukan kemaluan kami yang menyatu...

Dua puluh lima menit sudah lelaki itu menikmati tubuhku. Dan kini ia menikmati tubuhku dari atas. Kedua kakiku disandarkan ke bahunya. Oh.. gairah wanitaku memuncak. Aku tak tahan untuk menolak. Kumerintih.. Kuberteriak.. Ah..

Dan akhirnya, cairan putih itu mengalir tumpah di perutku yang meninggalkan deru nafas kami berdua yang memburu.

"Kau... Kau sungguh luar biasa." suaranya yang tersengal karena nafasnya yang memburu.

Aku tak menjawab. Senyum pun tak kusunggingkan. Aku hanya bangkit dan berjalan menuju kamar mandi yang terletak di ujung kamar ini. Kuhidupkan shower yang ada. Kusirami tubuh ini. Dalam derasnya air yang mengucur, kembali aku terkenang akan masa laluku. Kembali aku teringat akan jalan yang kutempuh...

"Oh Ridwan. Kenapa kau begitu tega..." isakku dalam cucuran air ini...

------------------------------------------------------------------------------------------

"Ini honormu Rin," kata Ridwan sembari memberikan amplop putih.

Aku tak menggapainya. Sejenak tangan Ridwan melayang diudara. Kemudian dia jatuhkan amplop itu di atas meja di depan tempatku duduk. Dan Ridwan menjatuhkan dirinya di kursi seberangku.

"Rini, aku tak senang melihat rupamu seperti itu kepadaku." kata Ridwan dengan nada sedikit keras.

"Ini bukan yang pertama bagimu. Tapi kenapa kau tetap seperti itu?" tanya Ridwan.

Aku beralih memandangnya. Kulihat dari kedua matanya ada sedikit amarah disana. Aku pun menjawab.

"Kau tanyakan pada seribu perempuan Rid. Tanyakan pada mereka disana, adakah satu diantara mereka yang ingin menempuh jalan sepertiku?" tanyaku.

"Tanyakan pada mereka, apakah mereka senang bila orang yang di cintainya menjualnya hanya karena kesalahan pribadinya di masa lalu?" sambungku dengan nada yang mengeras dan air mata yang mulai mengucur.

"Tanyakan pada.."

"Sudah..!!! Cukup..!!!" bentak Ridwan yang kini telah berdiri di depanku.

Dari seberang meja yang memisahkan kami wajahnya mendekati wajahku yang spontan kuhindari dengan menyender lebih dalam ke kursi yang kududuki. Tangan kirinya bergerak mengambil kerah baju terusan yang kupakai dan menarik ke arahnya. Telunjuk tangan kanannya mengacung ke arahku dan dengan muka memerah dan amarah yang meninggi di berkata pelan dan dalam.

"Aku tak mau tau alasannya. Kita sudah sepakat mengenai ini. Besok akan ada 2 orang pelanggan yang telah memesanmu. Dan ingat..!!! Aku tak ingin ada keluhan dari pelanggan." katanya seraya melepas genggaman tangannya.

"Besok aku akan ke sini jam 10 pagi menjemputmu. Gunakan pakaian terbaikmu." katanya sekilas sambil pergi meninggalkanku.

Isak tangisku mengeras. Aku sudah tak tahan akan hal ini. Dia yang berdiri di depanku menjeratku dalam perangkapnya. Perangkap yang ia ciptakan kala bertemu denganku.

Ridwan adalah anak dari kampung tetangga di desaku. Aku mengenalnya dengan baik. Dia menemukanku kala aku berteduh di sebuah posko yang terbengkalai. Dia yang kala itu mengendarai sebuah mobil sedan, menyapaku dan bergegas mendekatiku. Aku yang mengetahui itu Ridwan, merasa bahagia karena akhirnya ada juga orang yang kukenal di kota ini.

Ridwan pun membawaku ke rumahnya. Dia mengatakan padaku untuk tinggal saja di rumahnya. Aku pun menerima ajakannya karena aku tak punya pilihan lain.

Ia mempunyai sebuah rumah yang lumayan besar. Di rumah itu dia hanya tinggal bersama 1 orang pembantu dan 1 orang tukang kebun. Aku merasa aneh ketika melihat rumahnya pertama kali. Rumah yang begitu megah, hanya ditempati oleh 3 orang. Dan yang paling mengherankan diriku adalah darimana Ridwan mendapatkan semua ini? Mobil, rumah dan segalanya.. Dia bukanlah orang yang pintar di sekolahan dulu. Bukan pula orang yang berbakat menurutku..

Tapi ah.. semua itu lenyap dalam keseharianku disini. Waktu yang kulalui membuat hubunganku dengannya semakin dalam. Hingga hari dimana pertama kalinya aku tidur dengannya. Malam yang larut, tapi mata ini tak bisa terpejam. Aku keluar dari kamar yang Ridwan berikan untukku beristirahat untuk mencari sekedar hiburan di luar kamar yang entah kutaktahu itu apa. Kututup daun pintu kamarku dan kulihat diseberang lampu kamar Ridwan masih menyala keluar dari celah pintu yang terbuka sedikit. Aku berjalan menuju kamarnya. Inginku untuk mematikan lampu kamarnya dan menutup pintu kamarnya karena kurasa Ridwan telah terlelap, namun aku terkejut begitu melihat ke dalam kamarnya.

Tepat lurus di dalam kamar Ridwan, TV berukuran 29 inch menyajikan sebuah film porno yang menggambarkan seorang perempuan Asia sedang direbut oleh 2 lelaki. Aku berdiri tegak tak beranjak. Pemandangan yang akan membangkitkan gairah siapapun yang memangdangnya. Apalagi diriku yang tidak merasakan belaian seorang lelaki selama 2 bulan. Dahagaku memuncak kala itu. Hingga kusadari seseorang telah berdiri di belakangku.

"Bagus kan filmnya, Rin?" tanya Ridwan mengagetkanku yang kini telah berdiri di belakangku dengan senyum nakal yang jelas terlihat.

"E..e..i.. iya.." jawabku gagap sambil berusaha tampil seperti tak ada yang terjadi.

"Kenapa ga masuk aja nonton di dalam?" tanyanya..

"Ayo sini.." lanjut Ridwan sambil tangannya memegang tanganku untuk mengajakku masuk ke kamarnya tanpa sempat aku berkata apapun.

Kududuk di tepi ranjangnya. Desahan yang keluar dari televisi yang menyajikan film penuh birahi itu telah mengambil semua konsentrasiku, hingga aku tak sadar ada dua buah tangan yang telah berkelana di sekujur tubuhku.

“Rid..” desahku tertahan kala bibir Ridwan telah mengecup manis bibirku.

Aku terbuai dalam pesona malam itu. Ridwan menjadikanku ratu disaat diriku benar-benar membutuhkan belaian seorang laki-laki. Aku tahu itu bukanlan suatu yang benar, Ridwan bukanlah suamiku, juga bukan kekasihku. Namun hasrat mengelora yang timbul dalam diriku menolak semua alasan yang ada.

Tangannya yang sedari tadi menelusuri tubuhku dan kecupannya yang tak henti di bibir dan daerah-daerah sensitifku, membuat setiap syarafku bergejolak. Tanpa aku sadari, tubuhku pun melakukan suatu reaksi atas rangsangan yang diberikan Ridwan. Kubalas kecupannya dengan penuh hasrat. Kurangkul tubuhnya dan kutarik ke dalam dekapanku.

Kulihat sedetik Ridwan tersenyum manis kepadaku, dank ala itu kusadari bagian atas tubuhku telah terbuka bebas memberikan sebuah pemandangan indah kepadanya. Perlahan kemudian, ciuman Ridwan turun ke leher dan kemudian ke kedua payudaraku.

“Oh..” bisikku tertahan saat kedua payudaraku tersentuh lidah Ridwan

Ridwan benar-benar membuatku melayang. Isapan dan gigitan kecilnya di kedua payudaraku membuat tubuh ini terasa melambung. Hilang semua rasa, yang ada hanya keinginan agar semua ini tak berakhir dan semakin dalam.

Tangannya mulai menyelusup kedalam celana pendek yang kukenakan. Dan saat jari-jarinya telah sampai ke kemaluanku, kurasakan sesuatu yang lama tak pernah kurasakan. Daerah sensitifku itu berdenyut kencang. Ditambah isapan-isapan Ridwan di kedua payudaraku yang tak pernah berhenti, aku sadar aku telah berada dalam pelukannya dan sebentar lagi diri ini akan takluk di dekapannya.

Saat Ridwan menghentikan kecupannya sejenak, kubuka kedua mataku dan kudapati diriku telah telanjang bulat di hadapannya dan begitu pula Ridwan. Untuk pertama kalinya tubuh ini kupertontonkan kepada lelaki lain selain Andi yang telah menyakiti hatiku. Sejenak timbul perasaan rinduku dan benciku kepada Andi. Namun semua sirna kala lidah Ridwan mulai mempermainkan kedua putting payudaraku kembali.

Aku melenguh panjang, dan sigap kuremas pelan rambutnya. Kedua tangan Ridwan yang tak hentinya mengelus dan mengusap sekujur tubuhku, menambah desakan birahi yang semakin memanas. Ciuman dan kecupan Ridwan pun turun kearah perutku. Aku sadar, dan aku tahu apa yang akan aku dapatkan darinya.

Kemaluanku pun berdenyut keras dan basah, saat Ridwan mengecup perut kecilku dengan manisnya. Aku terpejam menikmati setiap detik kenikmatan yang kudapatkan darinya. Dan kala lidah itu menyentuh kemaluanku, aku berteriak kecil sambil tanganku meremas rapat rambutnya.

Aku terbang.. melayang dalam keindahan sorga dunia yang kudapat darinya. Lidah itu terus menaikkan birahiku. Lidah itu telah berkuasa disana. Nikmat.. hanya itu yang kurasakan

Dan saat itu tiba.. Ridwan menghentikan semuanya. Aku mengerti, dan aku yang saat itu telah dikuasai dalam keinginan menuntaskan hasratku tak ingin semua ini berhenti. Tangan kananku mulai beraksi kembali, kuraih kemaluannya dan kugenggam. Kemudian kutuntun kemaluannya untuk memasuki diriku.

Ridwan melenguh kala kemaluannya memasuki diriku dalam posisi dia di atasku. Aku pun merintih pelan. Kuresapi setiap denyutan dan kenikmatan yang kudapati. Dinginnya ruang kamar Ridwan, membuat kami semakin dalam berdekapan. Tubuh Ridwan yang tak hentinya bergoyang diatasku, kupeluk erat agar kenikmatan yang kudapat tak hilang sedetik pun. Dan kami pun berpelukan dalam kenikmatan yang kami rasakan.

Malam itu menjadi malam pertama kami dan malam-malam selanjutnya adalah malam-malam indah kami yang lainnya. Sampai saat dimana sebuah rahasia besar yang terungkap, membuat segalanya berserakan hancur.

Yang kutahu belakangan, Ridwan adalah pengedar narkoba yang melarikan sejumlah narkoba jualannya yang didapat dari seorang bandar. Harta dan seluruh kekayaannya ternyata didapat dengan cara yang tidak halal. Beruntung baginya, Bandar tersebut tertarik denganku dan menganggap impas semua hutangnya jika ditukarkan dengan tubuhku.

Namun itu jelas bukanlah keberuntunganku. Dan itu adalah awal perjalananku. Perjalan seorang Rini yang menjadi gadis pemuas di kalangan lelaki yang bekerja di dunia malam dan gelap.

1 komentar: